Tampilkan postingan dengan label Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Juli 2010

Pengeksploitasian Ruang Angkasa Era Perang Dingin

a. Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet
Teknologi penerbangan antariksa terjadi ketika era Perang Dingin dan persaingan antara Amerika Serikat dengan Rusia yang saat itu masih bernama Uni Soviet. Teknologi roket yang merupakan dasar dari sistem penerbanan antariksa pada mulanya dikembangkan untuk keperluan persenjataan. Bicara soal teknologi roket, kita tidak bisa lepas dari nama Wehrner Von Braun, ilmuwan Jerman yang direkrut Hitler untuk mengembangkan misil V2, sebuah peluru kendali dengan teknologi roket dalam masa Perang dunia II. Saat perang usai, Von Braun hijrah ke AS dan membantu pengembangan teknologi roket untuk kepentingan penerbangan antariksa di sana. Namun demikian, entah mengapa, cetak biru V2 kemudian jatuh ke tangan Rusia, dan digunakan oleh pihak rusia sebagai acuan untuk mengembangkan roketnya sendiri. Kedua negara adidaya itu kemudian terlibat dalam persaingan sengit untuk mengeksplorasi ruang angkasa.
Rusia unggul lebih dahulu dengan keberhasilannya meluncurkan satelit buatan yang pertama di dunia dengan nama Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS kemudian menyusul dengan meluncurkan satelit pertamanya yang dinamai Explorer I pada 31 Januari 1958. Pada 12 April 1961, Rusia kembali memimpin dengan meluncurkan manusia pertama ke angkasa luar, Yuri Alekseyivich Gagarin, seorang mayor Agkatan Udara Rusia yang meluncur dengan kapsul Vostok I. Kurang dari sebulan kemudian, AS meluncurkan astronaut pertamanya, Alan B Shepard dengan kapsul Mercury 7. Peluncuran ini dilakukan secara terburu-buru dengan teknologi yang belum sempurna sehingga Alan B.Shepard hanya mampu mengangkasa selama 15 menit dengan ketinggian maksimal 184 km, tertinggal dengan Yuri Alekseyivich Gagarin dari Uni Soviet yang mencatat waktu 108 menit dan ketinggian maksimal 301,4 km dalam sekali orbit.
Misi Amerika Serikat sendiri sebenarnya hanyalah penerbangan naik-turun dan tidak sampai mengorbit bumi. AS baru berhasil mengirimkan pesawat pengorbit pada 20 Februari 1962, ketika kapsul Friendship 7 yang diawaki oleh Letkol. John Herschel Glenn berhasil melakukan 3 kali orbit dalam penerbangan selama 4 jam 56 menit. Tetapi prestasi ini masih kalah jauh dengan
kemajuan yang dicapai Rusia pada 6 bulan sebelumnya, ketika Mayor German Stephanovich Titov berhasil mengorbit sebanyak 17 kali dalam penerbangan selama 25 jam 18 menit dalam kapsul Vostok II.
Bulan menjadi sasaran berikutnya dari kedua negara yang tengah bersaing itu. Rusia mendahului dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14 September 1959. Wahana ini tercatat sebagai wahana buatan manusia pertama yang mendarat di permukaan bulan. Sayangnya, Lunik II mendarat secara keras (hard landing), dengan akibat seluruh peralatan yang dibawanya rusak sehingga tidak mampu mengirimkan data apapun ke bumi. Rusia baru berhasil mendaratkan wahana yang mampu melakukan pendaratan lunak (soft landing) pada Februari 1966 melalui wahana Lunik IX.
Sedangkan AS baru berhasil mengirimkan wahana untuk melakukan pendaratan lunak pada 1966. Setahun kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama dari permukaan bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Amstrong dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai manusia pertama yang menginjak
permukaan bulan melalui misi Apollo-11. Misi ini dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November 1969), Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972), dan terakhir, Apollo-17 (Desember 1972). Misi Apollo juga pernah mencatat kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang mengalami kecelakaan (ledakan pada salah satu modulnya). Melalui tindakan pertolongan yang legendaris, para awaknya dapat kembali dengan selamat ke bumi walaupun gagal menjejak ke permukaan bulan.
Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17 November 1970. Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari bumi. Namun demikian, sesudahnya program antariksa Rusia di bulan tidak lagi berlanjut. Begitu pula dengan AS. Setelah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak lagi mengirimkan manusia ke bulan.
Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet terus berlanjut dalam bidang penguasaan ruang angkasa. Kalau sebelum era pesawat ulang-alik, seluruh komponen antariksa bersifat sekali pakai. Maka akibatnya, pengiriman misi berawak membutuhkan biaya yang sangat besar. Selain cara ini juga sangat berisiko karena apabila terjadi kecelakaan dalam misi berawak di ruang angkasa, mustahil untuk melakukan pertolongan. Musibah yang menimpa misi Apollo 13 memberikan pelajaran bahwa misi berawak ke antariksa tidak lain adalah sebuah petualangan yang penuh risiko. Atas pertimbangan itu, maka tahun 1970-an, NASA mulai mengembangkan pesawat ulang-alik. Misi ulang-alik dinilai lebih ringan biayanya karena hampir seluruh komponennya dapat digunakan kembali pada misi-misi sesudahnya. AS kembali mencatat sejarah dengan keberhasilannya meluncurkan pesawat ulang-alik pertamanya, Columbia, pada bulan Juni 1981. Dengan digunakannya teknologi ulang-alik, terbuka kesempatan untuk meluncurkan misi berawak dengan frekuensi yang lebih sering dengan pembiayaan yang lebih kecil.
Pesawat ulang-alik Challenger yang meledak saat peluncuran 28 Februari 1986 dan menewaskan ketujuh awaknya memang sempat membuat NASA merestrukturisasi kembali program ulang-aliknya, khususnya dalam persoalan keamanan. Namun demikian, teknologi ulang-alik sendiri tidak banyak berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun sejak pertama kali digunakan.
Puncaknya terjadi pada peristiwa kecelakaan yang menimpa Columbia, 1 Februari 2003, ketika pesawat tersebut meledak di udara sesaat setelah memasuki atmosfir bumi dalam proses pendaratan. Peristiwa yang menewaskan tujuh awak tersebut kembali membuka perdebatan mengenai keamanan serta kepentingan misi ulang-alik. Akibat dari kecelakaan ini adalah dibekukannya program luar angkasa AS sambil mengkaji kembali berbagai faktor dalam penerbangan ulang-alik, termasuk kemungkinan digunakannya teknologi yang sama sekali baru, dengan efisiensi dan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Ada beberapa alternatif pengganti pesawat ulang-alik yang saat ini sedang dikembangkan, walaupun masih belum jelas teknologi mana yang kelak akan dipilih untuk menggantikan model peluncuran pesawat ulang-alik. Sepeninggal Challenger dan Columbia, AS masih memiliki tiga pesawat ulang-alik lain, yaitu Discovery, Atlantis, dan Endeavour, ditambah dengan satu prototipe yang tidak pernah mengudara, Enterprise, yang kini menghuni museum Smithsonian.
Sementara itu Uni Soviet juga tidak mau ketinggalan dengan Amerika Serikat. untuk mengejar ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga sempat mengembangkan pesawat ulang-aliknya sendiri yang diberi nama Buran, dari bahasa setempat yang berarti Badai Salju. Tahun 1988, Buran sempat diujicoba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik maupun ekonomi yang melanda Uni Soviet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran tersendat, dan bahkan terhenti sama sekali sebelum sempat berkembang. ecahnya Uni Soviet akhirnya juga membawa malapetaka bagi program antariksa Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (dikenal sebagai kosmodrom Baikonur) kini telah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil yang secara ekonomi tidak begitu makmur. Tentu saja pemerintah Kazakhstan tidak ingin membiarkan begitu saja sebagian teritorinya dipakai secara gratis oleh negara Rusia untuk kepentingannya sendiri. Pendeknya, pemerintah Kazakhstan menuntut pihak Rusia untuk membayar ongkos sewa agar dapat terus menggunakan pangkalan tersebut. Rusia terus melanjutkan program antariksa mereka dengan memanfaatkan stasiun luar angkasa Mir. Tetapi karena kurangnya biaya ditambah lagi dengan kondisi Mir yang memang sudah terlalu tua akhirnya membuat pemerintah Rusia terpaksa memutuskan untuk mengakhiri riwayat stasiun kebanggaan mereka itu pada bulan april 2001.
Ruang angkasa memang terlalu luas untuk dieksplorasi oleh satu atau dua negara tertentu saja. Dewasa ini, pemanfaatan luar angkasa dilakukan atas dasar kerja sama, bukan lagi persaingan seperti pada awalnya. Kini, AS dan Rusia, bersama-sama dengan negara-negara maju lainnya bahu-membahu mengembangkan Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station) yang diharapkan kelak menjadi pusat kegiatan eksplorasi antariksa secara lintas negara. Sementara itu, teknologi roket juga tidak lagi merupakan monopoli AS atau Rusia. Tercatat negara-negara seperti Jepang, India, Cina, dan Uni Eropa, juga telah berhasil mengembangkan teknologi roketnya sendiri. Rencana Cina untuk meluncurkan misi berawak ke antariksa kiranya akan menorehkan sejarah baru dalam dunia penerbangan antariksa.

b. Perkembangan di Cina
Dalam Perkembangan berikutnya Cina berhasil untuk mengirimkan manusia ke orbit. Roket Long March 2F yang membawa kapsul Shenzhou V akhirnya meluncur dari landasan pusat antariksa Cina di Jiauquan, Provinsi Gansu, mencatatkan Yang Liwei sebagai taikonaut (sebutan Cina untuk astronaut) pertama. Ia kembali ke bumi dengan selamat pada keesokan harinya setelah menjalani 16 kali orbit dalam misi yang memakan waktu 21 jam itu. Kapsul Shenzhou merupakan modifikasi dari kapsul Soyuz yang dikembangkan oleh Rusia. Sebagaimana halnya Soyuz, Shenzhou terdiri atas modul komando (command module) yang ditautkan dengan sebuah modul jasa (service module). Modul jasa yang memuat mesin roket dan peralatan penunjang pada Shenzhou hampir identik dengan modul serupa pada Soyuz. Perbedaan yang agak mencolok bisa dilihat pada modul komando, yang merupakan tempat para awak melakukan tugasnya. Modul komando pada Soyuz didesain berbentuk bola, sementara di Shenzhou berbentuk seperti lonceng. Di ujung modul komando Shenzhou ditautkan sebuah perangkat ilmiah yang akan dilepas di orbit. Perangkat ini masih akan mengorbit hingga enam bulan setelah
peluncuran. Tidak jelas apa fungsi peralatan ini. Kemungkinan adalah satelit yang memang ditumpangkan pada misi tersebut.
Roket Long March 2F sebagai kendaraan peluncur adalah hasil pengembangan para ilmuwan Cina sendiri. Ini adalah sebuah roket konvensional bertingkat tiga, dengan empat roket tambahan pada tingkat pertama yang berfungsi sebagai booster. Di pihak lain, Soyuz diluncurkan dengan bantuan roket energinya. Roket ini tidak memakai booster, namun tingkat pertamanya terdiri atas empat roket yang bekerja secara simultan dengan daya yang sama. Sistem ini menghasilkan gaya dorong yang cukup powefull sehingga hanya diperlukan dua tingkat pada roket untuk meluncurkan muatan ke orbit. Teknologi roket yang dimiliki Rusia ini memang masih belum bisa ditiru oleh negara lain. Oleh karena itulah Rusia juga sering mendapat kepercayaan untuk meluncurkan muatan berat ke orbit, termasuk modul-modul inti dari Stasiun Ruang Angkasa Internasional (International Space Station, ISS). Indonesia sendiri pernah memanfaatkan jasa roket Rusia untuk meluncurkan satelit Garuda-1 yang memang tergolong satelit berukuran besar. Cina sudah merancang untuk mengirimkan misi-misi lanjutan, di antaranya rencana untuk menempatkan stasiun ruang angkasanya sendiri, bahkan mengirim misi berawak ke bulan. Tapi keberhasilan Cina meluncurkan misi berawak sepertinya berhasil menyadarkan bangsa-bangsa Asia bahwa mereka tidak lagi bisa dipandang remeh.

c. Perkembangan di Indonesia
Indonesia belum pernah terlibat secara langsung dalam eksplorasi ruang angkasa, tetapi Indonesia sebenarnya termasuk negara yang cukup disegani karena pengalamannya dalam mengeksploitasi teknologi keantariksaan. Saat penggunaan satelit bagi sebagian besar negara masih sangat jarang, Indonesia telah meluncurkan satelitnya yang pertama, Palapa A1 pada 9 Juli 1976. Ini mencatatkan Indonesia sebagai negara ketiga di dunia setelah AS dan Canada yang menggunakan satelit komunikasi domestiknya sendiri. Indonesia juga sudah memanfaatkan jasanya untuk meluncurkan satelit Palapa generasi kedua, Palapa B1, pada 19 Juni 1983. Operasi penyelamatan satelit Palapa B2, menyusul kegagalan pada peluncurannya yang juga dilakukan oleh misi ulang-alik merupakan operasi bersejarah yang kerumitannya boleh ditandingkan dengan operasi perbaikan teleskop antariksa Hubble pada dasawarsa 90-an. Pada pertengahan era 1980-an, Indonesia bahkan sempat menyiapkan astronautnya untuk mengikuti misi ulang-alik tetapi karena terjadi bencana Challenger misi ini dibatalkan.
Dalam teknologi peroketan, Indonesia tercatat sebagai negara kedua di Asia, setelah Jepang, yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri. Prestasi ini dihasilkan melalui keberhasilan LAPAN meluncurkan roket Kartika 1 pada 14 Agustus 1964. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari bantuan teknis dari Rusia. Akan tetapi Indonesia gagal melakukan alih-teknologi. Akibatnya, selama lebih dari seperempat abad sejak meluncurkan satelit pertamanya, Indonesia hanya bisa bertindak sebagai konsumen. Sementara itu, negara-negara lain justru mulai menyiapkan diri untuk mulai belajar mengembangkan teknologi satelit melalui pembuatan satelit mikro (mikrosat). Malaysia misalnya, yang semula tertinggal puluhan tahun dari Indonesia dalam pemanfaatan teknologi satelit, sejak tahun 2000 telah berhasil meluncurkan satelit mikronya yang pertama, Tiungsat-1, yang merupakan hasil kerja sama dengan Universitas Surrey, Inggris. Sementara itu, Indonesia baru mulai berancang-ancang membuat satelit mikronya pada tahun 2003 ini melalui kerja sama dengan Universitas Berlin, Jerman. Program yang dilaksanakan dalam dua tahap selama lima tahun hingga 2007 itu, sekarang masih memasuki tahap pertama yang direncanakan selama tahun 2003-2004. Dalam bidang teknologi roket pun juga kurang berhasil. Akibatnya, pengem- bangan teknologi roket di Indonesia terhenti, sementara negara-negara Asialain, seperti India dan Cina, yang lebih belakangan menekuni teknologi ini akhirnya melampaui Indonesia dengan keberhasilannya meluncurkan roket pengangkut satelit ke antariksa.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang jarang dimiliki negara lain untuk mengembangkan teknologi antariksanya sendiri. Potensi itu berupa garis katulistiwa yang membentang di atasnya. Sekitar 13% dari garis katulistiwa berada di atas wilayah Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tercatat sebagai negara pemilik garis katulistiwa yang terpanjang di dunia. Hal ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal untuk menjadi lokasi peluncuran roket pengangkut satelit. Peluncuran roket dari dekat garis katulistiwa akan lebih menghemat bahan bakar roket, dan karenanya lebih murah dari segi biaya. Potensi inilah yang juga diminati oleh pihak asing. Rusia misalnya, sudah lama mengincar Pulau Biak di Irian Jaya (Papua) untuk menjadi lokasi bandar antariksanya. Tapi karena kita kurang cepat menanggapi tawaran itu, Akibatnya, Rusia akhirnya memilih Pulau Christmast di Australia sebagai lokasi bandar antariksanya.
Selain Rusia, sebuah perusahaan swasta AS juga pernah amat tertarik dan bersedia menanam investasi untuk menjadikan Biak sebagai lokasi peluncuran roket. Rencananya, roket yang akan dioperasikan dari jenis berbahan bakar padat, diangkut melalui laut dari pantai timur AS ke dermaga bandar antariksa Biak. Alternatif lain, bagian-bagian roket diterbangkan dan mendarat di bandar udara Frans Kasiepo Biak, kemudian diangkut melalui darat ke tempat peluncuran.
Rencana inipun gagal dengan sebab-sebab yang tidak jelas. Satu-satunya pihak asing yang telah memanfaatkan potensi Biak adalah Badan Ruang Angkasa India (Indian Space Research Organization, ISRO) yang telah bekerja sama dengan LAPAN untuk membangun stasiun TT&C (Tracking, Telemetry, and Command) di sana. Stasiun ini menjadi penting karena saat India meluncurkan roket pengangkut satelitnya, proses pelepasan muatan roket dilakukan di atas angkasa Irian, dan satu-satunya stasiun bumi yang bisa memonitor dan mengendalikan proses ini hanyalah stasiun di Biak.
Pengembangan teknologi keantariksaan memang bukan prioritas di Indonesia. Tapi paling tidak, kita masih memiliki harapan untuk menuju ke arah sana. Indonesia sebenarnya tidak kekurangan orang-orang pintar. Tetapi yang kurang sebenarnya adalah kemauan politis (political will) dari pemerintah. Hal ini tentu tidak boleh menyurutkan semangat kita untuk terus belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bidang teknologi dari negara-negara yang lebih maju.
Baca Selengkapnya...

Hubungan Perkembangan Teknologi Persenjataan dan Ruang Angkasa dengan Kondisi Keamanan Dunia pada Masa Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan kekuatan dunia terbagi atas duablok, yaitu Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet. Blok Barat dan Blok Timur tersebut saling bersaing berebut pengaruh dalam berbagai bidang kehidupan manusia.

1. Perkembangan Teknologi Persenjataan
Persaingan yang paling mencolok dalam masa Perang Dingin adalah dalam bidang militer, khususnya dalam hal persenjataan. Kedua negara adidaya itu saling berlomba menciptakan berbagai senjata yang mutakhir dan mematikan, misalnya bom. Bom adalah senjata ledak yang lazim digunakan dalam perang. Terorisme juga melibatkan penggunaan bom. Bom umumnya terdiri atas wadah logam yang diisi dengan bahan peledak atau bahan kimia. Bom melukai dan menewaskan orang serta merusakkan gedung dan bangunan lain, kapal, pesawat terbang, ataupun sasaran lain. Salah satu senjata yang paling menakutkan dan dapat membantu mengakhiri Perang Dunia II adalah bom atom. Senjata yang disebut bom atom itu dibuat pertama kali oleh Amerika Serikat pada tanggal 16 Juli 1945 di Alamo Gardo, New Mexico. Bom atom itu kemudian dipakai untuk menghancurkan kota Hiroshima pada tanggal 8 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibat pemboman itu Jepang menyerah dan berakhirlah Perang Dunia II. Bom dalam bentuk apa pun apabila meledak akan menimbulkan kerugian pada manusia dan alam sekitarnya. Tenaga atom yang ditimbulkan akan menimbulkan radiasi yang apabila diterima dalam jumlah besar akan sangat fatal akibatnya. Debu radioaktif dan endapan dari awan yang tertiup angin dan bertebaran di daratan dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman serta membinasakan hewan dan manusia. Pada jangka panjang ledakan bom atom akan mengakibatkan kematian serta kanker pada manusia, sedangkan kerusakan genetis akan terlihat pada generasi-generasi berikutnya.
Keberhasilan Amerika Serikat dalam menciptakan bom atom, ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat diikuti oleh pesaingnya Uni Soviet. Pada tahun 1949 Uni Soviet berhasil melakukan uji coba peledakan bom atomnya. Tentu saja keberhasilan Uni Soviet itu menimbulkan kecemasan Amerika Serikat sehingga negara tersebut berusaha mencari dan menciptakan bom tandingannya. Oleh karena itu, Amerika Serikat segera melakukan penelitian tentang bom hidrogen.
Negara-negara sekutu Amerika Serikat dan satelit Uni Soviet tidak lepas dari pengerahan teknologi persenjataan itu. Negara-negara mereka dibangun basis militer dan pangkalan peluncuran rudal hanya untuk ambisi dua adidaya dunia. Namun, apabila perang terbuka itu benar-benar terjadi karena terkena akibatnya. Bahkan, dapat menjadi sasaran langsung penghancuran padahal mereka tidak tahu-menahu permasalahan. Oleh karena itu, kerja sama dalam bidang pertahanan dan keamanan merupakan kerja sama yang paling mencolok dalam suasana Perang Dingin.
Upaya meredakan Perang Dingin dengan mengurangi, membatasi, dan memusnahkan persenjataan nuklir dilakukan pada kurun waktu 1968–1982. Bentuk persetujuan yang dicapai, antara lain sebagai berikut.
a. Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nonproliferation Treaty)
Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dilaksanakan pada tahun 1968 yang diikuti oleh negara Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Pertemuan itu menyepakati bahwa mereka tidak akan menjual senjata nuklir atau memberikan informasi kepada negara-negara nonnuklir.
b. Perjanjian Pembatasan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Limitation Talks/SALT I)
Perjanjian SALT I ditandatangani oleh Richard Nixon, Presiden Amerika Serikat dan Leonid Breshnev, Sekjen Partai Komunis Uni Soviet pada tanggal 26 Mei 1972. Pertemuan kedua pemimpin negara adidaya itu menyepakati untuk:
1) pembatasan terhadap sistem pertahanan antipeluru kendali (Anti-Balistic Missile=ABM)
2) pembatasan senjata-senjata ofensif strategis, seperti Inter-Continental Ballistic Missile (ICBM = Peluru Kendali Balistik Antarbenua) dan Sea-Launched Ballistic Missile (SLBM = Peluru Kendali Balistik yang diluncurkan dari laut/ kapal).
c. Perjanjian Pengurangan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Reduction Treaty/START)
Perjanjian pengurangan persenjataan strategis dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada tahun 1982. Perjanjian itu menyepakati bahwa kedua negara adidaya akan memusnahkan persenjataan nuklir yang dapat mencapai sasaran jarak menengah.
Upaya menghindari bahaya perang nuklir juga diadakan oleh negara-negara lain yang tidak memiliki persenjataan nuklir. Negara-negara itu khawatir kawasan atau wilayahnya akan menjadi sasaran ataupun salah sasaran akibat perang nuklir itu.

2. Pengeksploitasian Ruang Angkasa
Baca Selengkapnya...

Dampak Kemenangan Vietkong (Komunis Vietnam Selatan) terhadap Perkembangan Politik di Asia Tenggara

Kemenangan komunis di Vietnam Selatan merupakan pukulan berat bagi Amerika Serikat. Tugas membendung perkembangan komunis di Asia Tenggara menjadi makin berat. Apalagi, masyarakat di Asia Tenggara kebanyakan masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Hal itu menyebabkan mudahnya komunis berkembang. Selain itu, juga berkembang teori domino mengenai komunisme. Teori itu menyatakan bahwa apabila suatu negara di suatu kawasan telah jatuh, satu per satu negara yang berada di kawasan itu akan jatuh pula pada komunis. Namun, kebenaran teori itu juga banyak yang menyangkalnya. Apabila kita melihat perkembangan wilayah Asia Tenggara pascakemenangan komunis di Vietnam Selatan, teori domino tentang komunisme itu ada benarnya. Hal itu dibuktikan dengan kejadian-kejadian selanjutnya di Asia Tenggara akibat komunisme.
Setelah negara Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) yang berideologi komunis terbentuk, negara tersebut segera memperluas pengaruh-nya. Laos telah berhasil dijadikan negara komunis, begitu pula dengan Vietnam Selatan. Komunis Vietnam terus berusaha memperluas pengaruhnya dengan mencoba memengaruhi Kampuchea. Usaha untuk melakukan kolonisasi di Kampuchea ini disebut Vietnamisasi. Penyerbuan Vietnam untuk menguasai Kampuchea dilakukan pada tanggal 7 Januari 1979. Pasukan Vietnam dalam menguasai Kampuchea dibantu oleh orang-orang Kampuchea yang mendukung Vietnam. Mereka itu tergabung dalam Front Penyelamat Nasional.
Vietnam berhasil menguasai Kampuchea. Oleh karena itu, Vietnam mendirikan Republik Rakyat Kampuchea di bawah pemerintahan Heng Samrin bonekanya.
Vietnam meskipun berhasil menguasai dan membentuk pemerintahan boneka di dalam negeri Kampuchea terjadi usaha untuk menentang pemerintahan komunis itu. Tentu saja itu memberi peluang bagi negara-negara dan pemerintahan antikomunis untuk menghambat laju perkembangan komunis di Asia Tenggara. Pemerintahan antikomunis di Kampuchea dibentuk atas koalisi kelompok Sihanouk, Son San, dan Khieu Sampan. Koalisi itu membentuk pemerintahan baru di Kampuchea dengan nama Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea pada tanggal 22 Juni 1982.
Negara-negara anggota ASEAN dan PBB yang sebagian besar antikomunis tentu saja banyak yang memberi dukungan pada Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea. Hal itu merupakan salah satu cara untuk menghambat laju perkembangan komunis di dunia. Salah satu bentuk dukungan pada pemerintahan antikomunis di Kampuchea adalah mengakui hanya Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea yang berhak memerintah Kampuchea dan menjadi wakil sah di PBB.
Baca Selengkapnya...

Perang Vietnam

Pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan berdasarkan keputusan Perjanjian Jenewa menjadikan wilayah tersebut menjadi ajang pertempuran hebat. Ho Chi Minh, tokoh Pergerakan Nasional Vietnam dan tokoh yang berkeinginan supaya Vietnam bersatu, tidak mau menerima hasil Perjanjian Jenewa. Pembentukan Vietnam Selatan dianggapnya sebagai penghalang tercapainya persatuan seluruh Vietnam. Untuk keperluan menghancurkan Vietnam Selatan, Ho Chi Minh mengirimkan pasukan Viet Minh menyusup ke selatan. UsahaPembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan berdasarkan keputusan Perjanjian Jenewa menjadikan wilayah tersebut menjadi ajang pertempuran hebat. Ho Chi Minh, tokoh Pergerakan Nasional Vietnam dan tokoh yang berkeinginan supaya Vietnam bersatu, tidak mau menerima hasil Perjanjian Jenewa. Pembentukan Vietnam Selatan dianggapnya sebagai penghalang tercapainya persatuan seluruh Vietnam. Untuk keperluan menghancurkan Vietnam Selatan, Ho Chi Minh mengirimkan pasukan Viet Minh menyusup ke selatan. Usaha menghancurkan Vietnam Selatan mendapat bantuan dari negara komunis, Uni Soviet dan Cina. Blok Barat yang mengetahui tindakan kedua negara komunis terhadap Vietnam Utara dan merasa mempunyai kepentingan di Vietnam Selatan juga berusaha mempertahankan wilayah tersebut. Amerika Serikat memerintahkan pasukannya membantu Vietnam Selatan. Dengan demikian, Perang Vietnam merupakan contoh konkret perebutan pengaruh dua negara adidaya.
Pemerintah Vietnam Utara selain mengirim pasukan juga menyusupkan kader-kader komunisnya ke Vietnam Selatan. Selain berhasil memengaruhi rakyat Vietnam Selatan untuk menentang pemerintahannya sendiri, mereka juga berhasil membentuk dan membantu gerilyawan komunis di Vietnam. Gerilyawan komunis dari Vietnam Selatan dikenal sebagai Vietkong. Pasukan Amerika Serikat yang ditugaskan di Vietnam Selatan ternyata tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Banyaknya tentara Vietkong yang menyamar menjadi rakyat biasa, membuat Amerika Serikat sulit membedakannya di lapangan.
Pasukan Vietkong selain bergerilya juga membuat terowongan bawah tanah (jalur tikus) dalam mematahkan perlawanan Amerika Serikat. Ranjau dan jebakan dari bambu runcing juga dipakai untuk mengalahkan Amerika Serikat. Sebaliknya, pasukan Amerika Serikat dengan persenjataan modern membabi buta menyerang pertahanan Vietkong. Pasukan Amerika Serikat dan Vietnam
Selatan juga berusaha menghancurkan Jalur Ho Chi Minh dan kubu-kubu pertahanan komunis dengan pemboman. Jalur Ho Chi Minh adalah jalan-jalan yang dibuat di hutan-hutan sepanjang perbatasan Vietnam Selatan–Laos– Kampuchea yang digunakan pasukan Viet Minh menyusup ke Vietnam Selatan. Salah satu pertempuran hebat antara pasukan Vietnam Utara dan pasukan Vietnam Selatan yang dibantu Amerika Serikat terjadi pada Tahun Baru Tet 1968 (The Tet Offensive). Penyerbuan pasukan komunis itu dapat dipatahkan, tetapi kedua belah pihak menderita kerugian dalam jumlah yang besar. Menyadari bahwa Perang Vietnam telah berlangsung lama dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit, usaha mencapai perdamaian pun digelar pada sekitar tahun 1970. Pemerintah Vietnam Utara, pemerintah Vietnam Selatan, dan pemerintah Amerika Serikat melakukan perundingan di Paris. Pada tahun 1972 pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa Indonesia, Kanada, Polandia, dan Hongaria pada prinsipnya sepakat untuk menjadi pengawas gencatan senjata di Vietnam.
Namun, kesepakatan itu menjadi berantakan karena Viet Minh dan Vietkong secara tiba-tiba pada tanggal 3 April 1972 melakukan serangan besar-besaran dan hampir saja menguasai Saigon, ibu kota Vietnam Selatan. Atas tindakan tersebut, Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon bersikap tegas dan mengeluarkan perintah, antara lain:
a. meranjau semua lalu lintas laut yang menuju Vietnam Utara;
b. menghancurkan semua jalur komunikasi dan transportasi Vietnam Utara.

Untuk melaksanakan tindakan pembersihan jalur laut Vietnam Utara, Amerika Serikat meminta semua kapal asing untuk keluar dari wilayah Vietnam Utara. Tindakan itu akan terus dilaksanakan sampai Vietnam Utara setuju melakukan gencatan senjata dan membebaskan tawanan perang Amerika Serikat. Tindakan Amerika Serikat tentu saja menimbulkan pro dan kontra dunia. Australia dan Filipina yang merupakan sekutu Amerika Serikat jelas mendukung rencana tersebut. Namun, Uni Soviet dan Cina yang merupakan lawan Amerika Serikat sangat menentangnya. Amerika Serikat membatalkan secara sepihak niat melakukan pemboman ke Vietnam Utara karena adanya kemajuan dalam perundingan. Perundingan gencatan senjata yang seharusnya ditandatangani pada tahun 1970, akhirnya baru ditandatangani pada tahun 1973. Meskipun persetujuan damai telah ditandatangani, pada praktiknya masih sering terjadi pelanggaran.
Keadaan dalam negeri Vietnam Selatan sendiri sedang terjadi keretakan. Presiden Nguyen Van Thiew mengundurkan diri dan menunjuk Wakil Presiden Tran Van Huong sebagai peggantinya. Ketika mengundurkan diri Presiden Nguyen Van Thiew mengecam Presiden Amerika Serikat, Nixon karena mendesaknya menandatangani Persetujuan Paris. Padahal itu artinya Vietnam Selatan menyerah pada Vietnam Utara. Selain itu, ia bersedia menandatangani persetujuan itu karena Amerika Serikat berjanji mengirim pesawat pembom B-52 apabila terjadi pelanggaran oleh Vietnam Utara. Namun, nyatanya Amerika Serikat mengingkari hal itu. Pelanggaran persetujuan damai makin sering terjadi. Komunis pun makin mendekati kemenangan. Pada tanggal 18 April 1975 pasukan pelopor komunis dalam serangannya berhasil mendekati Saigon sampai jarak kurang 5 km. Pasukan komunis terus bergerak maju dan mendekati ibu kota. Rakyat Vietnam Selatan panik dan berebut untuk mengungsi. Sehubungan dengan keadaan itu, sejak tanggal 20 April 1975 Amerika Serikat mengirimkan lima buah kapal induk dari Armada VII untuk mengangkut para pengungsi tersebut.
Pada tanggal 30 April 1975, Presiden baru Vietnam Selatan, Duong Van Minh yang baru dilantik tanggal 28 April 1975 menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Vietkong. Untuk merayakan kemenangan itu, Vietkong mengubah nama Saigon, ibu kota negara Vietnam Selatan menjadi Ho Chi Minh.
Baca Selengkapnya...

Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembangan Politik di Asia Tenggara

Vietnam adalah salah satu negara di Semenanjung Indocina yang berada di wilayah Asia Tenggara. Vietnam mempunyai sejarah dan kaitan yang erat dengan perkembangan Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Akibat perebutan pengaruh dan perluasan ideologi dari dua negara adidaya itu menyebabkan terjadinya perang saudara di wilayah Vietnam. Perang antara rezim Republik Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan rezim Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara) yang bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Vietnam Selatan, termasuk pasukan Viet Cong yang didukung Uni Soviet dan RRC disebut Perang Vietnam. Perang saudara itu berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1975.

1. Vietnam sebelum Perang Dunia II
Negara Eropa yang pertama mendarat di Vietnam adalah Prancis. Kedatangan Prancis di Vietnam terjadi pada sekitar akhir abad ke-18. Seperti penjelajah samudra dari negara Eropa lainnya, Prancis kemudian melakukan kolonisasi di Vietnam. Wilayah Vietnam yang luas dibagi menjadi tiga daerah protektorat, seperti Tonkin di utara, Annam di tengah, dan Koncincina di selatan. Pada tahun 1887 ketiga protektorat tersebut disatukan dengan protektorat Kampuchea yang dibentuk pada tahun 1875. Kesatuan protektorat itu disebut Uni Indocina. Semangat cinta tanah air dan kebangsaan di Vietnam mulai bangkit setelah Perang Dunia I berakhir. Para nasionalis Vietnam bangkit dan bersatu dalam Partai Nasional Vietnam.
Pada tahun 1940 Jepang menjadi penguasa baru di Vietnam. Prancis tidakmampu mempertahankan wilayah Vietnam karena negaranya sendiri di Eropa telah dikuasai oleh Jerman. Jadi, Prancis lebih memusatkan kekuatannya untuk membebaskan negerinya.
Partai Komunis Vietnam yang berkembang pada masa kolonial Prancis ternyata sangat membenci Jepang. Oleh karena itu, Partai Komunis Vietnam berusaha membentuk suatu wadah perjuangan bersama dengan kelompok nasionalis di Vietnam dengan nama Viet Minh atau Liga Vietnam Merdeka.
Organisasi Viet Minh merupakan hasil kongres yang diselenggarakan kaum komunis pada tanggal 19 Mei 1941 di Chiangsi, Provinsi Kwangsi. Pada awal pembentukannya Viet Minh bersama Viet Nam Doc Lap Dong Minh. Tujuannya adalah melenyapkan dominasi Prancis dan kekuasaan Jepang. Pemimpin organisasi Viet Minh adalah Ho Chi Minh. Rakyat Vietnam lebih mengenalnya sebagai Bapak Nasionalisme Vietnam daripada tokoh komunis.
Posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik sebagai bagian dari Perang Dunia II mulai terdesak. Pada bulan Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Kondisi demikian itu menyebabkan kedudukan Viet Minh di Vietnam makin kuat. Bao Dai, penguasa Vietnam yang merupakan boneka Jepang menyerahkan kekuasaannya pada Ho Chi Minh pada tanggal 25 Agustus 1945. Melihat situasi yang sangat menguntungkan bagi Viet Minh maka pada tanggal 25 September 1945 Ho Chi Minh memproklamasikan kemerdekaan Vietnam dengan nama Republik Demokrasi Vietnam. Pusat pemerintahannya di Hanoi. Namun, Viet Minh tidak berhasil di selatan.

2. Vietnam setelah Perang Dunia II
Perang Dunia II dimenangkan oleh kelompok Sekutu. Prancis yangtergabung dalam kelompok Sekutu bermaksud kembali melakukan kolonisasidi Vietnam. Niat Prancis mendapat dukungan penuh dari Inggris. Keinginan Prancis untuk berkuasa kembali di Vietnam tentu saja mendapat perlawanan dari Viet Minh. Akibatnya, Vietnam mulai tahun 1946 bergejolak lagi dengan berbagai pertempuran antara Viet Minh dan Prancis yang dibantu Inggris. Agar berhasil menguasai Vietnam, Prancis menjalankan politik memecah belah dan adu domba.
Sementara itu, Viet Minh pada tahun 1949 mulai bangkit kekuatannya. Hal itu disebabkan Viet Minh mendapat bantuan persenjataan dari Cina. Dukungan juga didapatkan dari negara Uni Soviet sebagai sesama negara komunis. Viet Minh karena merasa telah kuat, kembali melancarkan serangan pada pertahanan Prancis. Wilayah luar kota berhasil dikuasai tentara Viet Minh. Sementara itu, Prancis hanya mampu bertahan di kota-kota.
Merasa kepentingannya terancam, Blok Barat menuntut segera diadakan gencatan senjata dan perundingan. Viet Minh sebenarnya menolak perintah tersebut karena selangkah lagi mereka akan menyatukan Vietnam. Namun, akibat didesak Cina dan Uni Soviet yang merupakan negara pendukungnya, Viet Minh memenuhi tuntutan itu. Pada bulan Februari 1954, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet mengadakan pertemuan di Berlin, Jerman. Pertemuan itu membahas tentang penyelesaian masalah Perang Korea dan Perang Vietnam. Sebagai realisasinya, akan diselenggarakan Konferensi Jenewa pada tanggal 20 Juli 1954 yang membuat keputusan, antara
lain:
a. mengakui kemerdekaan negara Kampuchea, Laos, dan Vietnam;
b. menyetujui bahwa wilayah Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan;
c. akan segera diadakan pemilu pada bulan Juli 1956 untuk menyatukan Vietnam, di bawah pengawasan Komisi Pengawas Internasional.
Perjanjian Jenewa ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah Vietnam. Perjanjian Jenewa justru mengesahkan Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Wilayah Vietnam Utara bernama Republik Demokrasi Vietnam dan wilayah Vietnam Selatan bernama Republik Vietnam. Kedua negara itu mempunyai ideologi dan perilaku yang berbeda. Vietnam Utara berideologikan sosialis komunis, sedangkan Vietnam Selatan berideologikan liberal kapitalis.
Sekali lagi tragedi kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi akibat pembagian wilayah.

3. Perang Vietnam

4. Dampak Kemenangan Vietkong (Komunis Vietnam Selatan) terhadap Perkembangan Politik di Asia Tenggara

Baca Selengkapnya...

Perkembangan Politik Dunia Masa Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet keluar sebagai pemenang perang dan muncul sebagai negara adikuasa/super power yang kemudian memainkan peranan di panggung politik, ekonomi dan militer dunia internasional. Lahirnya kekuatan adidaya baru yang mewakili kepentingan Blok Barat dan Blok Timur menimbulkan suasana yang tidak representatif. Pertentangan di antara dua kekuatan dunia tersebut melahirkan Perang Dingin (the cold war).
Keadaan dunia setelah berakhirnya Perang Dunia II makin mencekam setelah Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet saling berebut pengaruh.
Berbagai unjuk kekuatan digelar oleh kedua kubu untuk menjadi yang paling kuat di dunia. Pertentangan secara psikologi menyebabkan dunia dalam suasana Perang Dingin.

a. Penyebab Terjadinya Perang Dingin
Secara umum, Perang Dingin terjadi akibat dipicu oleh hal-hal sebagai berikut.
1) Perbedaan dan Pertentangan Ideologi
Amerika Serikat adalah negara yang berideologi liberal kapitalis, sedangkan Uni Soviet adalah negara yang berideologi sosialis komunis. Sejak awal kelahirannya, paham sosialis komunis memang tidak sejalan dengan paham liberal kapitalis. Bahkan, kelahiran sosialis komunis memang dipicu adanya liberal kapitalis yang pada waktu itu bertindak sewenang-wenang. Akibat perbedaan ideologi, setelah musuh bersama (Jerman) dapat mereka lenyapkan dalam Perang Dunia II, pertentangan ideologi kembali terjadi. Akibatnya, kedua kekuatan adidaya tersebut berusaha saling mengalahkan. Salah satu caranya adalah memengaruhi negara-negara lain untuk bergabung dalam kelompoknya. Oleh karena itu, dunia ini akhirnya seolah-olah terbagi menjadi Blok Barat yang berpaham liberal kapitalis dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya, dan Blok Timur yang berpaham sosialis komunis dengan Uni Soviet sebagai pemimpinnya.
2) Perebutan Dominasi Kepemimpinan
Amerika Serikat dan Uni Soviet saling berusaha menjadi pemimpin dunia. Mereka memimpikan dapat berkuasa dan memimpin dunia seperti masa kejayaan Inggris dan Prancis pada masa imperialis kuno. Namun, kekuasaan yang biasanya dilakukan pada masa imperialis kuno sekarang sudah tidak mereka lakukan lagi. Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menjadi pemimpin dunia dengan cara baru, misalnya dengan kekuatan ekonominya. Dengan demikian, Amerika Serikat dan Uni Soviet tampil sebagai imperialis muda.
Amerika Serikat dengan kekuatan ekonominya berusaha memengaruhi negara-negara lain khususnya yang baru merdeka dengan paket bantuan ekonomi. Pemerintah Amerika Serikat beranggapan bahwa negara yang rakyatnya hidup makmur dapat menjadi tempat pemasaran hasil industrinya. Selain itu, rakyat yang hidupnya telah makmur juga akan menjauhkan dari pengaruh sosialis komunis. Hanya kemiskinan yang menjadi ladang subur bagi perkembangan sosialis komunis. Sedangkan Uni Soviet yang mempunyai kekuatan ekonomi, tetapi tidak sebesar Amerika Serikat juga berusaha membentengi negara-negara yang telah mendapat pengaruhnya.

b. Bentuk–bentuk Perang Dingin
Perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet meliputi bidang politik, ekonomi, militer, dan ruang angkasa.
1) Bidang Politik
Pihak AS berusaha menjadikan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara sedang berkembang menjadi sebagai negara demokrasi dengan tujuan agar hak-hak asasi manusia dapat terjamin. Untuk negara yang kalah perang yaitu Jerman dan Jepang dikembangkan paham demokrasi dan sistem perekonomian kapitalisme. Sedangkan pihak US mengembangkan paham sosialisme-komunisme dengan pembangunan ekonomi rencana lima tahun dengan cara diktator, tertutup. Dengan sistem ini US dikenal sebagai ‘negara tirai besi’, sedangkan negara di bawah pengaruhnya di Asia yaitu Cina mendapat julukan ‘negara tirai bambu’.
2) Bidang Ekonomi
AS dan US saling memperebutkan pengaruhnya dengan menjadi pahlawan ekonomi yaitu menjadi negara kreditur dengan memberikan bantuan, pinjaman kepada negara-negara berkembang, seperti Mashall Plan (Eropean Recovery Program) yakni bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara di kawasan Eropa Barat. Selain itu Presiden Henry S Truman memberikan bantuan teknis dan ekonomi khusus kepada Turki dan Yunani, yang dikenal dengan Truman Doctrin.
3) Bidang Militer
Perebutan pengaruh antara AS dengan US dalam bidang militer dalam bentuk pakta pertahanan militer. Berlangsungnya Perang Dingin menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet saling curiga satu dengan yang lain. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang terbuka, kedua negara adidaya beserta para sekutunya saling memperkuat pertahanan dan militernya.
Sedangkan Uni Soviet berusaha mengimbangi kekuatan militer Blok Barat dengan membentuk kerja sama militer pula. Pada 14 Mei 1955 Uni Soviet bersama Mongolia, Polandia, Cekoslowakia, Bulgaria, Rumania, dan Jerman Timur membentuk Pact of Mutual Assistance and Unifield Command atau dikenal dengan sebutan
Pakta Warsawa.
4) Bidang Ruang angkasa
Perebutan pengaruh antara AS dengan US juga melanda pada kecanggihan teknologi ruang angkasa lebih lanjut di bahas pada sub
bab eksploitasi teknologi ruang angkasa.
Baca Selengkapnya...

Jumat, 26 Maret 2010

Perubahan di Bidang Ekonomi Akibat PD II

a. Ekonomi dunia menjadi kacau
Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan keadaan ekonomi dunia kacau. Perang Dunia II telah mengeksploitasi banyak tenaga kerja, modal, dan biaya perang sehingga ketika perang berakhir keadaan perekonomian sangat berantakan. Lahirnya dua kekuatan adidaya setelah perang dunia dengan sendirinya telah menyebabkan sistem ekonomi dunia terbelah menjadi dua. Sistem ekonomi dunia setelah Perang Dunia II terdiri atas sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Sistem ekonomi kapitalis cenderung berkiblat dan didominasi oleh Amerika Serikat. Sistem ekonomi sosialis cenderung berkiblat dan didominasi oleh Uni Soviet.

Negara-negara di Eropa Barat dan sebagian Asia, seperti Jepang, Singapura, dan Korea selalu cenderung menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Amerika Serikat sebagai pemimpin kapitalis menyatakan bahwa sistem perekonomian kapitalis merupakan sistem perekonomian terbaik di dunia.

Hal itu disebabkan sistem perekonomian kapitalis menekankan pada bentuk persaingan bebas sesuai nilai liberal. Paham ekonomi kapitalis ini sangat bertentangan dengan paham ekonomi sosialis. Paham ekonomi sosialis banyak diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan sebagian Asia, seperti Cina, Korea Utara, dan Vietnam. Pada sistem ekonomi sosialis, peranan pemerintah sangat mendominasi. Bahkan, campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian wajib dilaksanakan. Hak milik perorangan atau pribadi sangat diabaikan. Jadi, semua kegiatan itu dipusatkan dan diperuntukkan bagi negara.

Hancurnya perekonomian dunia menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya tampil memberikan bantuan ekonomi. Namun, kedua negara adidaya itu tidak sekadar memberi bantuan ekonomi. Dibalik pemberian bantuan ekonomi tersebut, kedua negara adidaya juga memperluas pengaruh ideologinya.

Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman dengan dibantu Menteri Luar Negeri, Marshall menawarkan bantuan ekonomi ke sejumlah negara Eropa Barat. Program bantuan ekonomi Amerika Serikat tersebut dikenal dengan nama Marshall Plan yang dicetuskan pada tanggal 5 Juli 1947. Negara-negara Eropa Barat yang menerima bantuan ekonomi melalui Marshall Plan harus bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi secara maksimal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan volume perdagangan. Negara-negara Eropa Barat dengan memperoleh bantuan ekonomi melalu Marshall Plan secara bertahap berhasil menata kembali keadaan perekonomiannya. Bahkan, masyarakat Eropa Barat akhirnya dapat membentuk suatu badan kerja sama ekonomi yang disebut Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma, Italia.
Di dalam pertemuan di Roma digariskan tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa, antara lain:
a. meningkatkan perekonomian negara anggota melalui kerja sama yang harmonis;
b. memperluas bidang perdagangan;
c. liberalisasi dalam perdagangan;
d. menjaga keseimbangan perdagangan di antara negara anggota;
e. menghapus semua rintangan yang menghambat laju perdagangan antaranggota;
f. memperluas kerja sama perdagangan dengan negara lain.
Pada awalnya Masyarakat Ekonomi Eropa beranggotakan negara Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Namun, pada konferensi MEE di Brusel, Belgia pada tanggal 22 Januari 1962 keanggotaannya bertambah dengan masuknya Inggris, Irlandia, Denmark, dan Norwegia.

Amerika Serikat juga berusaha memperluas paham ideologinya ke wilayah lainnya. Misalnya, Amerika Serikat juga berusaha mendekati negara Yunani dan Turki agar bersedia bergabung dalam ideologi liberalisme kapitalisme. Negara Turki dan Yunani setelah berakhirnya Perang Dunia II mengalami kehancuran bangunan dan keadaan ekonomi yang parah luar biasa. Kebetulan dana yang besar itu dimiliki oleh Amerika Serikat yang cepat tanggap menghadapi situasi seperti itu. Paket bantuan ekonomi dari Amerika Serikat segera dikucurkan kepada negara Yunani dan Turki. Paket bantuan ekonomi tersebut dinamakan Truman Doctrine. Dengan demikian, Amerika Serikat satu per satu berhasil meluaskan pengaruhnya ke seluruh wilayah Eropa.

Perang Dunia II tidak hanya berlangsung di Eropa, tetapi juga berlangsung di wilayah Asia. Dengan begitu, setelah Perang Dunia II berakhir kerusakan parah juga melanda wilayah Asia. Berbagai bangunan berantakan dan keadaan ekonomi pun mengalami kelesuan seperti halnya wilayah Eropa.

Amerika Serikat begitu cepat tanggap dengan keadaan di wilayah Asia. Amerika Serikat juga berusaha membantu keadaan negara-negara di wilayah Asia melalui bantuan ekonomi dan militer. Paket bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara Asia disebut Mutual Security.

Melihat aksi Amerika Serikat, Uni Soviet sebagai kekuatan adidaya lainnya mencoba memberi perhatian kepada negara-negara sekutunya di wilayah Eropa Timur dalam bentuk bantuan ekonomi. Bantuan ekonomi yang maksudkan untuk membendung meluasnya pengaruh liberalisme yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Molotov. Oleh karena itu, paket bantuan ekonomi dari negara Uni Soviet untuk negara-negara Eropa Timur disebut Molotov Plan. Dengan bantuan ekonomi tersebut, negara-negara di Eropa Timur berusaha menata kembali keadaan ekonominya. Pada perkembangan selanjutnya, negaranegara di Eropa Timur membentuk lembaga kerja sama ekonomi yang disebut Commintern Economi (Comicon).

Negara-negara baru yang berada di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin merasa bimbang menghadapi besarnya pengaruh dua negara adidaya tersebut. Negara-negara baru itu memang membutuhkan bantuan ekonomi yang tidak sedikit untuk membangun. Namun, di sisi lain mereka juga tidak ingin terjebak untuk mengikuti ideologi kapitalisme atau komunisme. Ada di antara negara-negara baru merdeka tersebut yang berusaha memperbaiki keadaan dengan kekuatan sendiri, tetapi ada pula yang berusaha memperbaiki dengan menjalin hubungan dengan bekas negara penjajahnya. Mereka berpikir yang terpenting tidak masuk dalam blok kapitalis atau blok komunis. Namun, negaranegara yang baru merdeka tersebut tidak jarang terjebak juga untuk memilih ikut blok kapitalis atau komunis.

British Commonwealth atau Persemakmuran Inggris merupakan contoh ikatan yang masih dilakukan antara negara Inggris dan negara bekas jajahannya. Mereka menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.

b. Jerman dan Jepang muncul kembali sebagai negara industri
Sejalan dengan upaya AS untuk mendapatkan pengaruh, maka bekas lawan politiknya, yaitu Jerman dan Jepang diberikan modal untuk mengembangkan kembali industrinya yang telah hancur akibat PD II. Hal ini juga dilandasi oleh rasa kekhawatiran bahwa negara-negara yang kalah perang dan mengalami kesulitan ekonomi akan berpaling ke Uni Soviet yang berhaluan sosialiskomunis.

Bangsa Jepang mulai berkembang menjadi bangsa yang maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi setelah terjadi peristiwa Restorasi Meiji. Peradaban Barat yang pada saat itu lebih unggul dibandingkan peradaban bangsa Jepang dijadikan model untuk mengejar ketertinggalannya. Banyak pemuda Jepang yang dikirim ke negara-negara Barat untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekembali dari negara-negara Barat, mereka diharapkan mampu melakukan alih teknologi pada bangsa Jepang. Bidang pendidikan mereka meniru pendidikan model Barat. Namun, yang paling patut dihargai, Jepang tetap berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan sendiri. Dengan demikian, mereka berteknologi Barat, tetapi tetap berjiwa Jepang, suatu perpaduan yang unik dan menarik.

Tampaknya pertarungan sengit dalam memperluas pengaruh antara blok kapitalis dengan sistem ekonomi liberal dan blok komunis dengan sistem ekonomi sosialis lebih menguntungkan blok kapitalis. Sistem liberal makin mendunia karena ditunjang oleh berkembangnya arus globalisasi dalam berbagai
perusahaan multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta munculnya organisasi kerja sama ekonomi regional.
Beberapa organisasi kerja sama ekonomi regional itu adalah sebagai berikut.
a. Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) atau Uni Eropa (European Union)
b. Asia Pasifik Economic Cooperation (APEC)
c. Asean Free Trade Area (AFTA)
d. North American Free Trade Area (NAFTA)
Baca Selengkapnya...

Perubahan di Bidang Sosial Akibat PD II

a. Terbentuknya United Nations (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB)
Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai lembaga dunia penyempurnaan dari Liga Bangsa Bangsa(LBB). Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa dilandasi adanya Charter of Peace (Piagam perdamaian) diharapkan dapat menjamin keamanan dan ketertiban dunia, mencegah terulangnya perang dunia, serta menjamin keselamatan dunia.

b. Semakin kuat kedudukan golongan cerdik pandai
PD II menunjukkan bahwa peperangan tidak dapat dimenangkan tanpa bantuan kaum cerdik pandai yang merupakan prajurit tanpa senjata yang berjuang di laboratorium dengan penelitian-penelitian, sehingga dapat ditemukan alat-alat perang modern seperti radar, peluru kendali, bom atom, dan sebagainya. Bom atom berhasil mengakhiri PD II setelah sukses diujicobakan di kota
Hirosima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.
Baca Selengkapnya...

Perubahan di Bidang Politik Akibat PD II

Perubahan politik yang tampak setelah berakhirnya Perang Dunia II, antara lain sebagai berikut.
a. Tampilnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai Negara Adidaya
Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah dua negara adikuasa (super power) yang besar peranannya di dalam mengakhiri PD II dan memainkan peranan di dunia internasional. Negara Barat lain, seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, sudah mundur kedudukannya sebagai kekuatan dunia (world power).

b. Terjadi Persaingan di Antara Negara Adidaya
Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha untuk saling berpengaruh dan berkuasa di dunia. Persekutuan mereka dalam PD II merupakan persekutuan aneh. Mereka dapat bersekutu karena mempunyai musuh yang sama, yaitu pihak poros (Jerman, Jepang, dan Italia) Namun, setelah musuh bersamanya lenyap, Amerika Serikat yang berpaham liberal-kapitalis tidak sejalan dengan Uni Soviet yang berpaham sosialis-komunis. Secara material, Amerika Serikat lebih kuat dibandingkan Uni Soviet. Mereka saling berebut untuk mendapatkan pengaruh dan berkuasa di dunia.

c. Timbul Politik Memecah Belah
Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menjalankan politik memecah belah bangsa lain demi kepentingan mereka sendiri. Mereka membagi negaranegara yang mempunyai arti penting, seperti Korea, Vietnam, dan Jerman untuk mendukung kepentingan kedua negara adidaya tersebut.

d. Timbulnya Negara-Negara Nasional
Negara-negara imperialis Barat, seperti, AS, Inggris, Prancis, Belanda, Portugal, dan Spanyol tidak mampu lagi menghalangi semangat perjuangan bangsa-bangsa yang mereka jajah. Usaha untuk menindas rakyat jajahan hanya membuang biaya dan mengorbankan rakyatnya sendiri. Mereka mengakui atau memberikan kemerdekaan kembali kepada negara-negara yang dijajah. Dengan demikian pasca-PD II banyak negara-negara di kawaan Asia dan Afrika memperoleh kemerdekaan.

e. Timbul Persekutuan Militer Kembali
Sebagai balance of power policy (penyeimbang kekuatan), negara-negara adidaya berusaha mengadakan persekutuan baru demi keamanan bersama (Collective Security) sehingga timbul pakta-pakta yang bersifat militer. Misalnya, Amerika Serikat mendirikan North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang diimbangi oleh Uni Soviet dengan membentuk persekutuan militer Pact of Mutual Assistance and Unifield Command atau Pakta Warsawa.
Baca Selengkapnya...

Perkembangan Sistem Ekonomi Internasional dengan Perubahan Politik dan Ekonomi Indonesia

Perang Dunia II merupakan perang yang sangat mengerikan dan lebih hebat dibandingkan dengan Perang Dunia I. Akibat yang ditimbulkan Perang Dunia II menyangkut perubahan bidang politik dan ekonomi.
1. Perubahan di Bidang Politik
2. Perubahan di Bidang Sosial
3. Perubahan di Bidang Ekonomi Baca Selengkapnya...

Jumat, 11 Desember 2009

Perubahan di Bidang Ekonomi (akibat PD II)

A. Ekonomi dunia menjadi kacau

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan keadaan ekonomi dunia kacau. Perang Dunia II telah mengeksploitasi banyak tenaga kerja, modal, dan biaya perang sehingga ketika perang berakhir keadaan perekonomian sangat berantakan. Lahirnya dua kekuatan adidaya setelah perang dunia dengan sendirinya telah menyebabkan sistem ekonomi dunia terbelah menjadi dua. Sistem ekonomi dunia setelah Perang Dunia II terdiri atas sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Sistem ekonomi kapitalis cenderung berkiblatdan didominasi oleh Amerika Serikat. Sistem ekonomi sosialis cenderung berkiblat dan didominasi oleh Uni Soviet.

Negara-negara di Eropa Barat dan sebagian Asia, seperti Jepang, Singapura, dan Korea selalu cenderung menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Amerika Serikat sebagai pemimpin kapitalis menyatakan bahwa sistem perekonomiankapitalis merupakan sistem perekonomian terbaik di dunia.

Hal itu disebabkan sistem perekonomian kapitalis menekankan pada bentuk persaingan bebas sesuai nilai liberal. Paham ekonomi kapitalis ini sangat bertentangan dengan paham ekonomi sosialis. Paham ekonomi sosialis banyak diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan sebagian Asia, seperti Cina, Korea Utara, dan Vietnam. Pada sistem ekonomi sosialis, peranan pemerintah sangat mendominasi. Bahkan, campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian wajib dilaksanakan. Hak milik perorangan atau pribadi sangat diabaikan. Jadi, semua kegiatan itu dipusatkan dan diperuntukkan bagi negara.

Hancurnya perekonomian dunia menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya tampil memberikan bantuan ekonomi. Namun, kedua negara adidaya itu tidak sekadar memberi bantuan ekonomi. Dibalik pemberian bantuan ekonomi tersebut, kedua negara adidaya juga memperluas pengaruh ideologinya.

Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman dengan dibantu Menteri Luar Negeri, Marshall menawarkan bantuan ekonomi ke sejumlah negara Eropa Barat. Program bantuan ekonomi Amerika Serikat tersebut dikenal dengan nama Marshall Plan yang dicetuskan pada tanggal 5 Juli 1947. Negara-negara Eropa Barat yang menerima bantuan ekonomi melalui Marshall Plan harus bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi secara maksimal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan volume perdagangan. Negara-negara Eropa Barat dengan memperoleh bantuan ekonomi melalu Marshall Plan secara bertahap berhasil menata kembali keadaan perekonomiannya. Bahkan, masyarakat Eropa Barat akhirnya dapat membentuk suatu badan kerja sama ekonomi yang disebut Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma, Italia.

Di dalam pertemuan di Roma digariskan tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa, antara lain:
a. meningkatkan perekonomian negara anggota melalui kerja sama yang harmonis;
b. memperluas bidang perdagangan;
c. liberalisasi dalam perdagangan;
d. menjaga keseimbangan perdagangan di antara negara anggota;
e. menghapus semua rintangan yang menghambat laju perdagangan antaranggota;
f. memperluas kerja sama perdagangan dengan negara lain.

Pada awalnya Masyarakat Ekonomi Eropa beranggotakan negara Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Namun, pada konferensi MEE di Brusel, Belgia pada tanggal 22 Januari 1962 keanggotaannya bertambah dengan masuknya Inggris, Irlandia, Denmark, dan Norwegia. Amerika Serikat juga berusaha memperluas paham ideologinya ke wilayah lainnya. Misalnya, Amerika Serikat juga berusaha mendekati negara Yunani dan Turki agar bersedia bergabung dalam ideologi liberalisme kapitalisme. Negara Turki dan Yunani setelah berakhirnya Perang Dunia II mengalami kehancuran bangunan dan keadaan ekonomi yang parah luar biasa. Kebetulan dana yang besar itu dimiliki oleh Amerika Serikat yang cepat tanggap menghadapi situasi seperti itu. Paket bantuan ekonomi dari Amerika Serikat segera dikucurkan kepada negara Yunani dan Turki. Paket bantuan ekonomi tersebut dinamakan Truman Doctrine. Dengan demikian, Amerika Serikat satu per satu berhasil meluaskan pengaruhnya ke seluruh wilayah Eropa.

Perang Dunia II tidak hanya berlangsung di Eropa, tetapi juga berlangsung di wilayah Asia. Dengan begitu, setelah Perang Dunia II berakhir kerusakan parah juga melanda wilayah Asia. Berbagai bangunan berantakan dan keadaan ekonomi pun mengalami kelesuan seperti halnya wilayah Eropa. Amerika Serikat begitu cepat tanggap dengan keadaan di wilayah Asia. Amerika Serikat juga berusaha membantu keadaan negara-negara di wilayah Asia melalui bantuan ekonomi dan militer. Paket bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara Asia disebut Mutual Security. Melihat aksi Amerika Serikat, Uni Soviet sebagai kekuatan adidaya lainnya mencoba memberi perhatian kepada negara-negara sekutunya di wilayah Eropa Timur dalam bentuk bantuan ekonomi. Bantuan ekonomi yang maksudkan untuk membendung meluasnya pengaruh liberalisme yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Molotov. Oleh karena itu, paket bantuan ekonomi dari negara Uni Soviet untuk negara-negara Eropa Timur disebut Molotov Plan.

Dengan bantuan ekonomi tersebut, negara-negara di Eropa Timur berusaha menata kembali keadaan ekonominya. Pada perkembangan selanjutnya, negaranegara di Eropa Timur membentuk lembaga kerja sama ekonomi yang disebut Commintern Economi (Comicon). Negara-negara baru yang berada di kawasan Asia, Afrika, dan AmerikaLatin merasa bimbang menghadapi besarnya pengaruh dua negara adidaya tersebut. Negara-negara baru itu memang membutuhkan bantuan ekonomi yang tidak sedikit untuk membangun. Namun, di sisi lain mereka juga tidak ingin terjebak untuk mengikuti ideologi kapitalisme atau komunisme. Ada di antara negara-negara baru merdeka tersebut yang berusaha memperbaiki keadaan dengan kekuatan sendiri, tetapi ada pula yang berusaha memperbaiki dengan menjalin hubungan dengan bekas negara penjajahnya. Mereka berpikir yang terpenting tidak masuk dalam blok kapitalis atau blok komunis. Namun, negaranegara yang baru merdeka tersebut tidak jarang terjebak juga untuk memilih ikut blok kapitalis atau komunis.

British Commonwealth atau Persemakmuran Inggris merupakan contoh ikatan yang masih dilakukan antara negara Inggris dan negara bekas jajahannya. Mereka menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.


B. Jerman dan Jepang muncul kembali sebagai negara industri

Sejalan dengan upaya AS untuk mendapatkan pengaruh, maka bekas lawan politiknya, yaitu Jerman dan Jepang diberikan modal untuk mengembangkan kembali industrinya yang telah hancur akibat PD II. Hal ini juga dilandasi oleh rasa kekhawatiran bahwa negara-negara yang kalah perang dan mengalami kesulitan ekonomi akan berpaling ke Uni Soviet yang berhaluan sosialiskomunis. Adapun negara-negara baru di Asia, seperti Korea Selatan, Hongkong (sekarang bagian dari RRC), Taiwan (Cina juga menganggap sebagai bagian provinsinya yang membangkang), dan Singapura berusaha memperbaiki keadaan ekonominya dengan menganut sistem liberal (pasar bebas). Negaranegara tersebut sekarang tampil sebagai negara industri baru. Negara di Asia yang terlebih dahulu berkembang menjadi negara industri terkemuka adalah negara Jepang.

Bangsa Jepang mulai berkembang menjadi bangsa yang maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi setelah terjadi peristiwa Restorasi Meiji. Peradaban Barat yang pada saat itu lebih unggul dibandingkan peradaban bangsa Jepang dijadikan model untuk mengejar ketertinggalannya. Banyak pemuda Jepang yang dikirim ke negara-negara Barat untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekembali dari negara-negara Barat, mereka diharapkan mampu melakukan alih teknologi pada bangsa Jepang. Bidang pendidikan mereka meniru pendidikan model Barat. Namun, yang paling patut dihargai, Jepang tetap berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan sendiri. Dengan demikian, mereka berteknologi Barat, tetapi tetap berjiwa Jepang, suatu perpaduan yang unik dan menarik. Tampaknya pertarungan sengit dalam memperluas pengaruh antara blok kapitalis dengan sistem ekonomi liberal dan blok komunis dengan sistem ekonomi sosialis lebih menguntungkan blok kapitalis. Sistem liberal makin mendunia karena itunjang oleh berkembangnya arus globalisasi dalam berbagai perusahaan multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta munculnya organisasi kerja sama ekonomi regional. Beberapa organisasi kerja sama ekonomi regional itu adalah sebagai berikut.


a. Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) atau Uni Eropa (European Union)
1) Terbentuknya MEE
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State. Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
a) membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE);
b) membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom Eropa. Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12 negara.

MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.

2) Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain:
a) integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja;
b) memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
c) menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
d) meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market ), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.

3) Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut.
a) Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
b) Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.
c) Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan mengawasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).
d) Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota. Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional.

Untuk melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru, yaitu:
a) Parlemen Eropa (European Parliament);
b) Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
c) Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
d) Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa 50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.

4) Perubahan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menjadi Uni Eropa (UE)
Melalui perjanjian Maastrich, ke–12 negara anggota Masyarakat Eropa dipersatukan dalam mekanisme Kesatuan Eropa, dengan pelaksanaan secara bertahap. The Treaty on European Union mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1993, setelah diratifikasi oleh semua parlemen anggota masyarakat Eropa. Mulai tahun 1999, Masyarakat Eropa hanya mengenal satu mata uang yang disebut European Currency Unit (ECU) atau (European Union – EU). Beberapa bentuk perjanjian yang pernah dilakukan MEE harus mengalami beberapa kali amandemen. Hal itu berkaitan dengan bertambahnya anggota. Kenggotaan Uni Eropa terbuka bagi semua negara dengan syarat:
a) negara tersebut berada di kawasan Benua Eropa; b) negara tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan hukum, menghormati hak asasi manusia (HAM), dan bersedia menjalankan segala peraturan perundang-undangan Eropa. Pada tahun 2004 keanggotaan Uni Eropa berjumlah dua puluh lima negara.
Sepuluh negara yang menjadi anggota baru Uni Eropa sebelumnya berada di wilayah Eropa Timur. Negara anggota Uni Eropa yang baru itu adalah Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia, dan Slovenia. Pada tahun 2007, Bulgaria dan Rumania juga diharapkan bergabung dengan Uni Eropa. Sementara itu, permintaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa masih ditangguhkan. Hal itu disebabkan Turki belum melaksanakan perubahan (reformasi) politik dan ekonomi di dalam negerinya.

b. Asia Pasifik Economic Cooperation (APEC)
1) Latar Belakang Berdirinya APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negaranegara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan Diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal. Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompokkelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Adapun tujuan dibentuknya APEC adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama di bidang perdagangan dan investasi.

2) Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota
Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
a) Indonesia j) Korea Selatan
b) Singapura k) Selandia Baru
c) Thailand l) Australia
d) Filipina m) RRC
e) Malaysia n) Taiwan
f) Brunei Darussalam o) Hongkong
g) Amerika Serikat p) Meksiko
h) Jepang q) Papua Nugini
i ) Kanada r) Cile

Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasarkan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut.
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.

3) KTT APEC
APEC merupakan kerja sama ekonomi regional untuk memajukan perdagangan dan investasi di Asia Pasifik.Pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintah disebut meeting atau AELM (APEC Economic Leaders Meeting = Pertemuan para pemimpin Ekonomi APEC) yang bersifat informal. Adapun AELM diadakan:
a) AELM I di Seattle, AS tahun 1993
b) AELM II, di Bogor, Indonesia tahun 1994
c) AELM III, di Osaka, Jepang tahun 1995
d) AELM IV di Manila Filipina tahun 1996
e) AELM V di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 17-18 November 1998.

4) Kerja Sama APEC
Sejak akhir tahun 1980-an, motivasi untuk melakukan kerja sama regional itu makin kuat karena beberapa hal berikut ini.
a) Perlu kesiapan negara-negara Asia Pasifik terhadap kemungkinan peningkatan proteksi di Eropa dan Amerika Serikat. Seperti telah diketahui bahwa pada dasawarsa 1980-an, Eropa mempercepat langkahnya menuju penyatuan ekonomi dan moneter Eropa. Demikian pula halnya ketika North American Free Trade Area (NAFTA) makin gencar dan Amerika Serikat makin sering menerapkan tekanan politik dalam kebijakan perdagangan luar negerinya, misalnya, melalui ancaman pencabutan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP). Antisipasi terhadap perkembangan itu mendorong para pemimpin kawasan ini memformalkan kerja sama regional.
b) Peningkatan pertumbuhan perdagangan Intra-Asia dan Intra-Asia Pasifik. Dalam periode 1988–1992 total ekspor negara-negara anggota APEC meningkat dari 1.079,4 miliar dolar Amerika menjadi 1.518,0 miliar dolar Amerika dan 66 persen di antaranya adalah ekspor ke sesama anggota APEC. Dalam periode yang sama, total impor negara-negara meningkat dari 1.221,1 miliar dolar Amerika menjadi 1.519,4 miliar dollar Amerika dan 67,2 persen di antaranya adalah impor dari sesama anggota APE . Makin intensifnya interaksi intraregional itu juga diduga menumbuhkan motivasi regionalisme di kawasan yang menghasilkan kira-kira 50 persen produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
c) Kemunculan negara-negara industri baru di Asia Timur. Keyakinan akan kekuatan sendiri dan rasa percaya diri yang muncul akibat prestasi itu juga banyak mendorong negara-negara di kawasan ini untuk melakukan kerja sama regional.
d) Infrastruktur yang makin baik, seperti telekomunikasi dalam mendukung kerja sama regional. Dari sudut kepentingan ekonomi, lebih dari 70% pasar ekspor Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik. Begitu pula impor Indonesia kira-kira 60% berasal dari negara-negara anggota APEC. Mereka juga menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar negeri yang diterima Indonesia. Dampak kerja sama ekonomi dalam kegiatan investasi di APEC adalah terbukanya peluang pasar yang makin lebar. Hal yang juga harus dimengerti ialah APEC bisa menjadi ancaman jika perekonomian kita tidak segera dipersiapkan untuk arus perdagangan bebas. Dengan terjun ke perdagangan bebas, sebuah negara harus siap menerima banjir barang impor, tetapi yang dimaksud bukan perdagangan bebas dalam arti sebebas-bebasnya.

Persoalan besar yang dihadapi negara-negara Selatan dalam kedua arena tersebut adalah rendahnya tingkat solidaritas mereka. Dalam APEC, negaranegara Selatan tidak bertindak sebagai kelompok yang bersatu. Misalnya, Malaysia yang berusaha menentang Amerika Serikat ternyata tidak memperoleh dukungan dari rekan-rekannya dari ASEAN. Begitu pula yang terjadi dalam perundingan Putaran Uruguay dan GATT. Upaya negara-negara Selatan untuk menerapkan strategi koalisi global dan melakukan negosiasi dan tawar-menawar sebagai kelompok seperti yang mereka lakukan dalam nited Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tidak berhasil karena beberapa alasan berikut.
a) Penerapan strategi pecah dan tindas oleh negara-negara Utara, terutama Amerika Serikat. Salah satu mekanismenya adalah tekanan-tekanan bilateral terhadap negara-negara yang hendak menentang usulan GATT.
b) Adanya kehendak negara-negara Selatan untuk membentuk koalisi menentang negara-negara Utara. Oleh karena itu, negara-negara Utara mengusulkan pembentukan Kelompok Cairns dalam GATT yang beranggotakan negara-negara Utara dan Selatan, seperti Argentina, Australia, Brasil, Cile, Kolombia, Filipina, Hongaria, Indonesia, Kanada,

Malaysia, Selandia Baru, Thailand, dan Uruguay. Dengan demikian, pengelompokan yang eksklusif dari negara-negara Selatan tidak terjadi. c) Adanya kemungkinan bahwa keberhasilan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara industri baru melalui jalur kapitalis, neoklasik, dan dengan menempel pada negara besar, seperti Amerika serikat telah melunturkan keyakinan banyak negara Selatan tentang efektivitas koalisi Selatan–Selatan itu.


5) Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia
Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut.
a) Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
b) Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
c) Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
d) Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
e) Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis

Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
b) Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
c) Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkanmentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
d) Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
e) Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara.


c. Asean Free Trade Area (AFTA)
AFTA atau kawasan perdagangan bebas adalah suatu bentuk kerja sama negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut.
1) Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
2) Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.
3) Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut.
a) Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
b) Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
c) Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.

Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA dengan tujuan:
1) meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan keanggotaan ASEAN;
2) meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN;
3) meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa antaranggota ASEAN;
4) meningkatkan masuknya investasi dari luar negara anggota ASEAN.


d. North American Free Trade Area (NAFTA)
Kawasan bebas perdagangan ternyata tidak hanya dimiliki oleh negaranegara anggota ASEAN. Di kawasan Amerika Utara kesepakatan untuk membentuk kawasan bebas perdagangan juga dilakukan kebijakan ekonomi tersebut North American Free Trade Area (NAFTA). NAFTA dibentuk oleh negara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.

Kesepakatan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dilakukan pada tanggal 12 Agustus 1992. Namun, pelaksanaan NAFTA dimulai pada awal tahun 1994. Tujuan yang ingin dicapai dengan diberlakukannya NAFTA, antara lain:
1) meningkatkan kegiatan ekonomi para anggota;
2) mengusahakan standarisasi barang-barang yang diperdagangkan;
3) meningkatkan pelayanan pada konsumen dengan mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan, dan ramah dengan lingkungan;

4) mengatur keseimbangan ekspor dan impor di antara anggota.
Baca Selengkapnya...

Perkembangan Sistem Ekonomi Internasional dengan Perubahan Politik dan Ekonomi Indonesia

Perang Dunia II merupakan perang yang sangat mengerikan dan lebih hebat dibandingkan dengan Perang Dunia I. Akibat yang ditimbulkan Perang Dunia II menyangkut perubahan bidang politik dan ekonomi.

1. Perubahan di Bidang Politik

Perubahan politik yang tampak setelah berakhirnya Perang Dunia II, antara lain sebagai berikut.

a. Tampilnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai Negara Adidaya
Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah dua negara adikuasa (super power) yang besar peranannya di dalam mengakhiri PD II dan memainkan peranan di dunia internasional. Negara Barat lain, seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, sudah mundur kedudukannya sebagai kekuatan dunia (world power).

b. Terjadi Persaingan di Antara Negara Adidaya
Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha untuk saling berpengaruh dan berkuasa di dunia. Persekutuan mereka dalam PD II merupakan persekutuan aneh. Mereka dapat bersekutu karena mempunyai musuh yang sama, yaitu pihak poros (Jerman, Jepang, dan Italia). Namun, setelah musuh bersamanya lenyap, Amerika Serikat yang berpaham liberal-kapitalis tidak sejalan dengan Uni Soviet yang berpaham sosialis-komunis. Secara material, Amerika Serikat lebih kuat dibandingkan Uni Soviet. Mereka saling berebut untuk mendapatkan pengaruh dan berkuasa di dunia.

c. Timbul Politik Memecah Belah
Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menjalankan politik memecah belah bangsa lain demi kepentingan mereka sendiri. Mereka membagi negaranegara yang mempunyai arti penting, seperti Korea, Vietnam, dan Jerman untuk mendukung kepentingan kedua negara adidaya tersebut.

d. Timbulnya Negara-Negara Nasional
Negara-negara imperialis Barat, seperti, AS, Inggris, Prancis, Belanda, Portugal, dan Spanyol tidak mampu lagi menghalangi semangat perjuangan bangsa-bangsa yang mereka jajah. Usaha untuk menindas rakyat jajahan hanya membuang biaya dan mengorbankan rakyatnya sendiri. Mereka mengakui atau memberikan kemerdekaan kembali kepada negara-negara yang dijajah. Dengan demikian pasca-PD II banyak negara-negara di kawaan Asia dan Afrika memperoleh kemerdekaan.

e. Timbul Persekutuan Militer Kembali
Sebagai balance of power policy (penyeimbang kekuatan), negara-negara adidaya berusaha mengadakan persekutuan baru demi keamanan bersama (Collective Security) sehingga timbul pakta-pakta yang bersifat militer. Misalnya, Amerika Serikat mendirikan North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang diimbangi oleh Uni Soviet dengan membentuk persekutuan militer Pact of Mutual Assistance and Unifield Command atau Pakta Warsawa.

2. Perubahan di Bidang Sosial

a. Terbentuknya United Nations (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan lahirnya Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) sebagai lembaga dunia penyempurnaan dari Liga Bangsa Bangsa (LBB). Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa dilandasi adanya Charter of Peace (Piagam perdamaian) diharapkan dapat menjamin keamanan dan ketertiban dunia, mencegah terulangnya perang dunia, serta menjamin keselamatan dunia.

b. Semakin kuat kedudukan golongan cerdik pandai
PD II menunjukkan bahwa peperangan tidak dapat dimenangkan tanpa bantuan kaum cerdik pandai yang merupakan prajurit tanpa senjata yang berjuang di laboratorium dengan penelitian-penelitian, sehingga dapat ditemukan alat-alat perang modern seperti radar, peluru kendali, bom atom, dan sebagainya. Bom atom berhasil mengakhiri PD II setelah sukses diujicobakan di kota Hirosima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.

3. Perubahan di Bidang Ekonomi
Baca Selengkapnya...

Kamis, 10 Desember 2009

Krisis Suez dan Peran Indonesia

Pada tanggal 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang secara bersama-sama menetapkan status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi, dan peranan Terusan Suez bagi dunia internasional. Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman, Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi menetapkan Terusan Suez berstatus internasional. Adapun hasil konferensi Istambul Suez Canal Convention adalah sebagai berikut.

a. Kebebasan berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, bak kapal dagang maupun kapal perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.

b. Semua kapal yang melintasi Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda peperangan.

c. Tidak boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.

d. Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin pelaksanaan Konferensi Istambul.

e. Kebebasan berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.

f. Pokok-pokok persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undang-undang yang mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.

Terinspirasi oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. Dengan demikian, Terusan Suez yang semula berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir. Tindakan Gamal Abdul Nasser ini tentu saja dianggap sebagai pelanggaran serius yang segera mendapat reaksi dari Inggris dan Prancis. Kedua negara Eropa yang mempunyai kepentingan dengan Terusan Suez berencana secara besama-sama akan menyerang Mesir. Amerika Serikat sebagai negara adidaya dan juga merupakan sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan penyerangan tersebut. Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang sedang bersengketa itu untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.

Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez. Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai persetujuan tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang disebut Konferensi London. Hasil Konferensi London menyebutkan, antara lain bahwa akan dibentuk suatu badan internasional untuk menangani Terusan Suez. Namun, Gamal Abdul Nasser tetap teguh pada pendirian untuk menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil keputusan Konferensi London. Akibat sikap tersebut, ketegangan di kawasan Timur Tengah memuncak kembali. Masalah Terusan Suez juga dimajukan dalam Sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan September 1956. Sekretaris Jenderal PBB, DagHammerskjold menanggapi masalah Terusan Suez, memberi usulan damai yang terkandung dalam enam hal seperti berikut.

a. Pentingnya transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik secara politik maupun teknik.

b. Kedaulatan Mesir dan Terusan Suez harus dihormati oleh setiap negara.

c. Pengoperasian Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.

d. Penetapan bea tol harus diputuskan atas kesepakatan bersama antara Mesir dan negara pemakai Terusan Suez.

e. Sebagian pendapatan yang diperoleh harus digunakan kembali untuk pengembangan Terusan Suez.

f. Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan secara damai melalui lembaga arbitrase internasional.

Penyelesaian masalah Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun, Mesir tetap menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa Mesir secara sepihak telah melakukan pelanggaran internasional. Oleh karena itu, Inggris dan Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan gabungan itu berhasil menduduki daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said. Israel juga ikut melibatkan diri menyerang Mesir dan berhasil menduduki wilayah Gurun Sinai.

Akibat serangan gabungan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap membantu Mesir. indakan itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam masalah Terusan Suez dengan membantu sekutunya, Inggris dan Prancis. Perang terbuka akibat tindakan Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez menimbulkan krisis internasional yang disebut Krisis Suez. Krisis Suez mendapat reaksi internasional dari negara-negara yang anti terhadap imperialisme dan kolonialisme. PBB segera menggelar sidang umum untuk membahas Krisis Suez. Atas usul Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, Dewan Keamanan PBB harus segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di Mesir. Pasukan PBB itu nantinya akan ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir–Israel. Pasukan penjaga perdamaian PBB itu disebut United Nations Emergency Forces (UNEF).

Bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 harus ikut berperan dalam menciptakan perdamaian dunia ikut tergerak membantu mengatasi Krisis Suez. Pada tanggal 8 November 1956 sebagai wujud partisipasi aktif bangsa Indonesia menyatakan kesediaannya dalam menyelesaikan Krisis Suez dengan bersedia menempatkan pasukan TNI sebagai penjaga perdamaian di wilayah Mesir dalam Komando UNEF. Pasukan TNI yang dikirim sebagai penjaga perdamaian di Mesir disebut Pasukan Garuda. Pasukan ini dipimpin oleh Letkol Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letkol Saudi. Pasukan Misriga I berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.

Pengiriman pasukan penjaga perdamaian oleh bangsa Indonesia dalam mengatasi Krisis Suez juga untuk menunjukkan solidaritas sebagai sesama negara yang baru merdeka. Selain itu, juga melaksanakan hasil keputusan yang telah diambil dalam Konferensi Asia Afrika.
Baca Selengkapnya...

Organisasi Gerakan Non Blok

Perang Dunia II (1939–1945) telah menimbulkan berbagai akibat yang mengerikan bagi umat manusia. Selain jutaan manusia mati, terjadi pula kehancuran berbagai bangunan, sarana produksi, sarana transportasi, terjadi krisis ekonomi, dan penyebaran wabah penyakit. Peta politik dunia pun ikut berubah. Dua kekuatan adidaya telah lahir yang menyebabkan terjadinya pertentangan di antara keduanya.


A. Pengertian

Gerakan Non Blok (GNB) atau Non Alignment (NAM) merupakan gerakan yang tidak memihak/netral terhadap Blok Barat dan Blok Timur.


B. Latar Belakang Berdirinya Gerakan Non Blok

Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negaranegara yang sedang berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin (the Cold War). Mereka saling berhadapan, bersaing, dan saling memperkuat sistem persenjataan. Setiap kelompok telah mengarahkan kekuatan bomnya ke negara lawan. Akibatnya, situasi dunia tercekam oleh ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir yang jauh lebih mengerikan dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Menghadapi situasi dunia yang penuh konflik tersebut, Indonesia menentukan sistem politik luar negeri bebas aktif. Prinsip kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia tersebut ternyata juga sesuai dengan sikap negara-negara sedang berkembang lainnya. Oleh karena itu, mereka sepakat untuk membentuk suatu kelompok baru yang netral, tidak memihak Blok Barat ataupun Blok Timur. Kelompok inilah yang nantinya disebut kelompok negaranegara Non Blok. Dengan demikian faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut.

1) Munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.

2) Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya meredakan ketegangan dunia.

3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.

4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-besaran, sehingga mengkhawatirkan AS.

5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:
a) Presiden Soekarno (Indonesia),
b) PM Jawaharlal Nehru (India),
c) Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
d) Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan
e) Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).

Berdirinya Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin negara dari Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).


C. Tujuan Gerakan Non Blok Gerakan Non Blok mempunyai tujuan, antara lain:

1) meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan dua blok adidaya yang bersengketa;
2) mengusahakan terciptanya suasana dunia yang aman dan damai;
3) mengusahakan terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis;
4) menentang kolonialisme, politik apartheid, dan rasialisme;
5) memperjuangkan kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;
6) meningkatkan solidaritas di antara negara-negara anggota Gerakan Non Blok;
7) menggalang kerja sama antara negara berkembang dan negara maju menuju terciptanya tata ekonomi dunia baru.


D. Asas Gerakan Non Blok

1) GNB bukanlah suatu blok tersendiri dan tidak bergabung ke dalam blok dunia yang saling bertentangan.
2) GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara yang sedang berkembang yang gerakannya tidak pasif.
3) GNB berusaha mendukung perjuangan dekolonisasi di semua tempat, memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme.


E. Keanggotaan GNB

Pada waktu berdirinya, GNB hanya beranggota 25 negara. Setiap diselenggarakan KTT anggotanya selalu bertambah, sebab setiap negara dapat diterima menjadi anggota GNB dengan memenuhi persyaratan. Adapun syarat menjadi anggota GNB adalah sebagai berikut:
1) menganut politik bebas dan hidup berdampingan secara damai;
2) mendukung gerakan-gerakan kemerdekaan nasional;
3) tidak menjadi anggota salah satu pakta militer Amerika Serikat atau Uni Soviet.


F. Bentuk Organisasi Gerakan Non Blok

Di dalam Gerakan Non Blok tidak terdapat struktur organisasi yang mengurus kegiatan di berbagai bidang karena Gerakan Non Blok bukan merupakan lembaga. Gerakan Non Blok mengandalkan perjuangan pada kekuatan moral. Satu-satunya pengurus dalam Gerakan Non Blok adalah ketua. Ketua Gerakan Non Blok dijabat oleh kepala pemerintahan negara yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok. KTT Gerakan Non Blok dihadiri oleh para kepala pemerintahan dan kepala negara anggota Gerakan Non Blok.

Kegiatan Gerakan Non Blok meliputi bidang berikut ini.
1) Bidang Politik dan Perdamaian Dunia Kegiatan yang dilakukan Gerakan Non Blok dalam bidang politik dan perdamaian dunia, antara lain ikut berusaha:
a) meredakan ketegangan dunia;
b) mengusahakan terciptanya perdamaian dunia;
c) mengusahakan terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis;
d) mengusahakan pelucutan senjata dan pengurangan senjata nuklir;
e) menghapus pangkalan militer asing dan pakta-pakta militer;
f) melenyapkan kolonialisme;
g) menyelesaikan sengketa antarnegara dan perang-perang lokal, separti Perang Irak-Iran, masalah di wilayah Timur Tegah (Midle East);
h) menghapus persekutuan militer;
i ) menentang rasialisme dan apartheid.
Kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarkan melalui forum PBB, konferensi-konferensi internasional dan pendekatan langsung dengan negara-negara yang terlibat.

2) Bidang Ekonomi
Kegiatan yang dilakukan Gerakan Non Blok dalam bidang ekonomi, antara lain:
a) ikut berusaha memperjuangkan kemerdekaan atau kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;
b) ikut berusaha mewujudkan suatu tatanan ekonomi dunia baru (TEBD) sehingga terdapat hubungan kerja sama saling menguntungkan antara negara maju dan negara sedang berkembang. Pelaksanaan tata ekonomi dunia baru yang diperjuangkan Gerakan Non Blok dalam forum PBB adalahsebagai berikut.

(1) Dialog Utara–Selatan
Dialog Utara–Selatan adalah pertemuan yang membahas kerja sama saling menguntungkan antara kelompok negara maju yang merupakan negara industri (Utara) dan negara-negara berkembang (Selatan). Dengan adanya dialog Utara–Selatan diharapkan dapat menghilangkan kesenjangan antara negara maju dan berkembang sehingga terwujud tata ekonomi dunia baru yang adil dan merata.

(2) Kerja Sama Selatan–Selatan
Kerja sama Selatan–Selatan merupakan bentuk kerja sama antarnegara berkembang dalam bidang ekonomi dan teknologi.

(3) Kelompok 77
Kelompok 77 merupakan kelompok negara berkembang yang berjuang untuk memperoleh keadilan ekonomi atas negara-negara maju. Kelompok 77 dibentuk di Jenewa, Swiss pada tahun 1964. Kelompok 77 beranggotakan negara di kawasan Asia, Amerika Latin dan Karibia, serta Afrika.


G. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok

Sejak didirikan tahun 1961, Gerakan Non Blok telah beberapa kali mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), antara lain sebagai berikut.

1) Konferensi Tingkat Tinggi I Gerakan Non Blok (KTT I Gerakan Non Blok)
KTT I Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 1–6 September 1961 di Beograd, Yugoslavia dengan ketua Presiden Joseph Broz Tito. KTT dihadiri oleh 25 negara. KTT I Gerakan Non Blok menghasilkan beberapa keputusan penting yang disebut Deklarasi Beograd dan berisi, antara lain sebagai berikut:
a) mengimbau dihentikannya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat bersama sekutunya;
b) mengimbau Uni Soviet dan Amerika Serikat agar hidup berdampingan secara damai dengan menghentikan perlombaan senjata nuklir;
c) menyerukan kepada dunia (PBB) untuk membantu negara yang masih terjajah supaya segera merdeka.

2) Konferensi Tingkat Tinggi II Gerakan Non Blok (KTT II Gerakan Non Blok)
KTT II Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 5–10 Oktober 1964 di Kairo, Mesir dengan ketua Presiden Gamal Abdul Nasser. KTT dihadiri oleh 46 negara. Keputusan penting yang dihasilkan dalam KTT II Gerakan Non Blok antara lain sebagai berikut:
a) penghentian Perang Dingin dan perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur;
b) usaha perbaikan ekonomi di negara sedang berkembang agar tidak tertinggal jauh dari negara maju;
c) KTT II Gerakan Non Blok melahirkan Kelompok 77 yang terdiri atas negara Dunia Ketiga yang ingin berjuang untuk memperoleh keadilan ekonomi.

3) Konferensi Tingkat Tinggi III Gerakan Non Blok (KTT III Gerakan Non Blok)
KTT III Gerakan Non Blok diselenggarakan di Lusaka, Zambia pada tanggal 8–10 Oktober 1970 dengan ketua Presiden Kenneth Kaunda Zambia. KTT dihadiri oleh 59 negara. Keputusan penting yang diambil dalam KTT III Gerakan Non Blok, selain tetap mendukung keputusan KTT I dan II Gerakan Non Blok, dihasilkan pula keputusan baru, antara lain sebagai berikut:
a) dicetuskan suatu resolusi menuntut pembangunan tata ekonomi dunia baru yang lebih adil dan merata;
b) mengimbau diadakannya dialog yang lebih demokratis antara kelompok Utara dan kelompok Selatan untuk mendorong tumbuhnya perekonomian dunia yang sehat dan dinamis;
c) menyerukan kerja sama yang erat dan luas di antara negara anggota Gerakan Non Blok dan tidak terlalu bergantung pada negara maju.

4) Konferensi Tingkat Tinggi IV Gerakan Non Blok (KTT IV Gerakan Non Blok)
KTT IV Gerakan Non Blok diselenggarakan di Aljir, Aljazair pada tanggal 5–9 September 1973 dengan ketua Presiden Houari Boumediene. KTT IV Gerakan Non Blok dihadiri oleh 76 negara. Sasaran yang hendak dicapai dalam KTT IV Gerakan Non Blok, antara lain sebagai berikut:
a) pengajuan rancangan tata ekonomi dunia baru;
b) meredakan ketegangan dunia atau “détente” dan membahas persoalan Krisis Timur Tengah;
c) pembentukan dana pembangunan bagi negara-negara berkembang;
d) kerja sama dalam mengatasi masalah lingkungan hidup.

5) Konferensi Tingkat Tinggi V Gerakan Non Blok (KTT V Gerakan Non Blok)
KTT V Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kolombo, Sri Lanka pada tanggal 16–19 Agustus 1976 dengan ketua PM Sirimavo Bandaranaike. KTT dihadiri oleh 81 negara. Hasil KTT V Gerakan Non Blok “Deklarasi Kolombo” antara lain sebagai berikut:
a) berusaha mewujudkan tata ekonomi dunia baru;
b) program Aksi Kolombo; c) penyelesaian masalah perang Vietnam.

6) Konferensi Tingkat Tinggi VI Gerakan Non Blok (KTT VI Gerakan Non Blok)
KTT VI Gerakan Non Blok diadakan di Havana, Kuba (1979) ketua Presiden Fidel Castro. KTT dihadiri oleh 94 negara. KTT ini membicarakan masalah masuknya pengaruh blok sosialis ke dalam anggota Gerakan Non Blok dan mencegah terjadinya pertikaian antaranggota. asil penegakan kembali pentingnya perdamaian dunia. Birma menyatakan keluar dari GNB, sebab GNB dianggap tidak murni lagi.

7) Konferensi Tingkat Tinggi VII Gerakan Non Blok (KTT VII Gerakan Non Blok)
KTT VII Gerakan Non Blok diadakan di New Delhi, India pada tahun 1982 dengan ketua PM Indira Gandhi. Menurut keputusan KTT ke VI bahwa KTT VII diselenggarakan di Bagdad Irak pada akhir tahun 1982. Oleh karena terjadi perang Irak-Iran,maka KTT VII dialihkan ke New Delhi India. Pembicaraan pada KTT VII Gerakan Non Blok ini masih berkisar pada cara menyelesaikan persengketaan yang timbul di antara anggota Gerakan Non Blok, akibat perang saudara, dan pengaruh kekuatan asing. Hasil “The New Delhi Massage”, Pesan New Delhi yaitu sebagai berikut:
a) menghimbau agar negara-negara besar menghilangkan kecurigaan dan mengadakan perundingan secara jujur;
b) mendukung perjuangan rakyat Palestina dan Namibia;
c) menghimbau agar negara-negara besar dan maju menghilangan politik proteksionisme, sebab dapat menghambat perdagangan internasional.

8) Konferensi Tingkat Tinggi VIII Gerakan Non Blok (KTT VIII Gerakan Non Blok)
KTT VIII Gerakan Non Blok diadakan di Harare, Zimbabwe pada tanggal 1–6 September 1986 dengan ketua Robert Mugabe. Konferensi ini dihadiri oleh 102 negara. KTT VIII Gerakan Non Blok ini membicarakan masalah ketertiban, keamanan serta perdamaian dunia yang menyangkut masalah hak asasi serta kedaulatan suatu negara. Selain itu, juga berupaya menghentikan perang Irak–Iran dan mengupayakan agar negara-negara Gerakan Non Blok mengakhiri sengketa antarnegara.

9) Konferensi Tingkat Tinggi IX Gerakan Non Blok (KTT IX Gerakan Non Blok)
KTT IX Gerakan Non Blok berlangsung di Beograd, Yugoslavia pada tanggal 4–7 September 1989 dengan ketua Presiden Janez Drnosek. Dalam KTT ini terjadi perbedaan pendapat di antara para anggota mengenai masalah Irak dan Kuwait. Kelompok pertama yang didukung mayoritas anggota menghendaki Irak menaati semua resolusi PBB. Kelompok kedua menghendaki penyelesaian Irak–Kuwait dengan solusi Arab tanpa campur tangan pihak luar. Akan tetapi, akhirnya Gerakan Non Blok gagal menghentikan konflik di Teluk Persia, baik dalam kasus Perang Teluk I maupun Perang Teluk II.

10) Konferensi Tingkat Tinggi X Gerakan Non Blok (KTT X Gerakan Non Blok)
KTT X Gerakan Non Blok diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 1–6 September 1992 ketua Presiden Soeharto. Isu yang muncul dalam KTT X Gerakan Non Blok di Jakarta, antara lain sebagai berikut.
a) Gerakan Non Blok tetap mendukung perjuangan Palestina yang rumusannya terdapat dalam Pesan Jakarta atau Jakarta Message.
b) Menyesalkan tindakan Amerika Serikat yang membantu Israel dalam pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina.
c) Kegagalan memasukkan masalah sanksi PBB terhadap Irak dan Libia masih membuktikan lemahnya Gerakan Non Blok dalam mengatasi perbedaan pendapat di kalangan anggotanya.

11) Konferensi Tingkat Tinggi XI Gerakan Non Blok (KTT XI Gerakan Non Blok)
KTT XI Gerakan Non Blok diselenggarakan di Cartagena, Kolombia pada tanggal 16–22 Oktober 1995 dengan ketua Presiden Ernesto Samper. Hasilnya meningkatkan dialog Utara Selatan.

12) Konferensi Tingkat Tinggi XII Gerakan Non Blok (KTT XII Gerakan Non Blok)
KTT XII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan pada tanggal 28 Agustus–3 September 1998. Hasil perjuangan demokratisasi dalam pengakuan serta hubungan internasional bagi negara dunia ketiga.

13) Konferensi Tingkat Tinggi XIII Gerakan Non Blok (KTT XIII Gerakan Non Blok)
KTT XIII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan Februari 2003. Hasilnya penyelesaian masalah Irak dengan jalan damai dan tidak memicu pecahnya perang di Irak.
Baca Selengkapnya...