A. Ekonomi dunia menjadi kacau
Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan keadaan ekonomi dunia kacau. Perang Dunia II telah mengeksploitasi banyak tenaga kerja, modal, dan biaya perang sehingga ketika perang berakhir keadaan perekonomian sangat berantakan. Lahirnya dua kekuatan adidaya setelah perang dunia dengan sendirinya telah menyebabkan sistem ekonomi dunia terbelah menjadi dua. Sistem ekonomi dunia setelah Perang Dunia II terdiri atas sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Sistem ekonomi kapitalis cenderung berkiblatdan didominasi oleh Amerika Serikat. Sistem ekonomi sosialis cenderung berkiblat dan didominasi oleh Uni Soviet.
Negara-negara di Eropa Barat dan sebagian Asia, seperti Jepang, Singapura, dan Korea selalu cenderung menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Amerika Serikat sebagai pemimpin kapitalis menyatakan bahwa sistem perekonomiankapitalis merupakan sistem perekonomian terbaik di dunia.
Hal itu disebabkan sistem perekonomian kapitalis menekankan pada bentuk persaingan bebas sesuai nilai liberal. Paham ekonomi kapitalis ini sangat bertentangan dengan paham ekonomi sosialis. Paham ekonomi sosialis banyak diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan sebagian Asia, seperti Cina, Korea Utara, dan Vietnam. Pada sistem ekonomi sosialis, peranan pemerintah sangat mendominasi. Bahkan, campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian wajib dilaksanakan. Hak milik perorangan atau pribadi sangat diabaikan. Jadi, semua kegiatan itu dipusatkan dan diperuntukkan bagi negara.
Hancurnya perekonomian dunia menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya tampil memberikan bantuan ekonomi. Namun, kedua negara adidaya itu tidak sekadar memberi bantuan ekonomi. Dibalik pemberian bantuan ekonomi tersebut, kedua negara adidaya juga memperluas pengaruh ideologinya.
Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman dengan dibantu Menteri Luar Negeri, Marshall menawarkan bantuan ekonomi ke sejumlah negara Eropa Barat. Program bantuan ekonomi Amerika Serikat tersebut dikenal dengan nama Marshall Plan yang dicetuskan pada tanggal 5 Juli 1947. Negara-negara Eropa Barat yang menerima bantuan ekonomi melalui Marshall Plan harus bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi secara maksimal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan volume perdagangan. Negara-negara Eropa Barat dengan memperoleh bantuan ekonomi melalu Marshall Plan secara bertahap berhasil menata kembali keadaan perekonomiannya. Bahkan, masyarakat Eropa Barat akhirnya dapat membentuk suatu badan kerja sama ekonomi yang disebut Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma, Italia.
Di dalam pertemuan di Roma digariskan tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa, antara lain:
a. meningkatkan perekonomian negara anggota melalui kerja sama yang harmonis;
b. memperluas bidang perdagangan;
c. liberalisasi dalam perdagangan;
d. menjaga keseimbangan perdagangan di antara negara anggota;
e. menghapus semua rintangan yang menghambat laju perdagangan antaranggota;
f. memperluas kerja sama perdagangan dengan negara lain.
Pada awalnya Masyarakat Ekonomi Eropa beranggotakan negara Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Namun, pada konferensi MEE di Brusel, Belgia pada tanggal 22 Januari 1962 keanggotaannya bertambah dengan masuknya Inggris, Irlandia, Denmark, dan Norwegia. Amerika Serikat juga berusaha memperluas paham ideologinya ke wilayah lainnya. Misalnya, Amerika Serikat juga berusaha mendekati negara Yunani dan Turki agar bersedia bergabung dalam ideologi liberalisme kapitalisme. Negara Turki dan Yunani setelah berakhirnya Perang Dunia II mengalami kehancuran bangunan dan keadaan ekonomi yang parah luar biasa. Kebetulan dana yang besar itu dimiliki oleh Amerika Serikat yang cepat tanggap menghadapi situasi seperti itu. Paket bantuan ekonomi dari Amerika Serikat segera dikucurkan kepada negara Yunani dan Turki. Paket bantuan ekonomi tersebut dinamakan Truman Doctrine. Dengan demikian, Amerika Serikat satu per satu berhasil meluaskan pengaruhnya ke seluruh wilayah Eropa.
Perang Dunia II tidak hanya berlangsung di Eropa, tetapi juga berlangsung di wilayah Asia. Dengan begitu, setelah Perang Dunia II berakhir kerusakan parah juga melanda wilayah Asia. Berbagai bangunan berantakan dan keadaan ekonomi pun mengalami kelesuan seperti halnya wilayah Eropa. Amerika Serikat begitu cepat tanggap dengan keadaan di wilayah Asia. Amerika Serikat juga berusaha membantu keadaan negara-negara di wilayah Asia melalui bantuan ekonomi dan militer. Paket bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara Asia disebut Mutual Security. Melihat aksi Amerika Serikat, Uni Soviet sebagai kekuatan adidaya lainnya mencoba memberi perhatian kepada negara-negara sekutunya di wilayah Eropa Timur dalam bentuk bantuan ekonomi. Bantuan ekonomi yang maksudkan untuk membendung meluasnya pengaruh liberalisme yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Molotov. Oleh karena itu, paket bantuan ekonomi dari negara Uni Soviet untuk negara-negara Eropa Timur disebut Molotov Plan.
Dengan bantuan ekonomi tersebut, negara-negara di Eropa Timur berusaha menata kembali keadaan ekonominya. Pada perkembangan selanjutnya, negaranegara di Eropa Timur membentuk lembaga kerja sama ekonomi yang disebut Commintern Economi (Comicon). Negara-negara baru yang berada di kawasan Asia, Afrika, dan AmerikaLatin merasa bimbang menghadapi besarnya pengaruh dua negara adidaya tersebut. Negara-negara baru itu memang membutuhkan bantuan ekonomi yang tidak sedikit untuk membangun. Namun, di sisi lain mereka juga tidak ingin terjebak untuk mengikuti ideologi kapitalisme atau komunisme. Ada di antara negara-negara baru merdeka tersebut yang berusaha memperbaiki keadaan dengan kekuatan sendiri, tetapi ada pula yang berusaha memperbaiki dengan menjalin hubungan dengan bekas negara penjajahnya. Mereka berpikir yang terpenting tidak masuk dalam blok kapitalis atau blok komunis. Namun, negaranegara yang baru merdeka tersebut tidak jarang terjebak juga untuk memilih ikut blok kapitalis atau komunis.
British Commonwealth atau Persemakmuran Inggris merupakan contoh ikatan yang masih dilakukan antara negara Inggris dan negara bekas jajahannya. Mereka menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.
B. Jerman dan Jepang muncul kembali sebagai negara industri
Sejalan dengan upaya AS untuk mendapatkan pengaruh, maka bekas lawan politiknya, yaitu Jerman dan Jepang diberikan modal untuk mengembangkan kembali industrinya yang telah hancur akibat PD II. Hal ini juga dilandasi oleh rasa kekhawatiran bahwa negara-negara yang kalah perang dan mengalami kesulitan ekonomi akan berpaling ke Uni Soviet yang berhaluan sosialiskomunis. Adapun negara-negara baru di Asia, seperti Korea Selatan, Hongkong (sekarang bagian dari RRC), Taiwan (Cina juga menganggap sebagai bagian provinsinya yang membangkang), dan Singapura berusaha memperbaiki keadaan ekonominya dengan menganut sistem liberal (pasar bebas). Negaranegara tersebut sekarang tampil sebagai negara industri baru. Negara di Asia yang terlebih dahulu berkembang menjadi negara industri terkemuka adalah negara Jepang.
Bangsa Jepang mulai berkembang menjadi bangsa yang maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi setelah terjadi peristiwa Restorasi Meiji. Peradaban Barat yang pada saat itu lebih unggul dibandingkan peradaban bangsa Jepang dijadikan model untuk mengejar ketertinggalannya. Banyak pemuda Jepang yang dikirim ke negara-negara Barat untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekembali dari negara-negara Barat, mereka diharapkan mampu melakukan alih teknologi pada bangsa Jepang. Bidang pendidikan mereka meniru pendidikan model Barat. Namun, yang paling patut dihargai, Jepang tetap berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan sendiri. Dengan demikian, mereka berteknologi Barat, tetapi tetap berjiwa Jepang, suatu perpaduan yang unik dan menarik. Tampaknya pertarungan sengit dalam memperluas pengaruh antara blok kapitalis dengan sistem ekonomi liberal dan blok komunis dengan sistem ekonomi sosialis lebih menguntungkan blok kapitalis. Sistem liberal makin mendunia karena itunjang oleh berkembangnya arus globalisasi dalam berbagai perusahaan multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta munculnya organisasi kerja sama ekonomi regional. Beberapa organisasi kerja sama ekonomi regional itu adalah sebagai berikut.
a. Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) atau Uni Eropa (European Union)
1) Terbentuknya MEE
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State. Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
a) membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE);
b) membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom Eropa. Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12 negara.
MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.
2) Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain:
a) integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja;
b) memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
c) menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
d) meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market ), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.
3) Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut.
a) Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
b) Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.
c) Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan mengawasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).
d) Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota. Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional.
Untuk melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru, yaitu:
a) Parlemen Eropa (European Parliament);
b) Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
c) Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
d) Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa 50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.
4) Perubahan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menjadi Uni Eropa (UE)
Melalui perjanjian Maastrich, ke–12 negara anggota Masyarakat Eropa dipersatukan dalam mekanisme Kesatuan Eropa, dengan pelaksanaan secara bertahap. The Treaty on European Union mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1993, setelah diratifikasi oleh semua parlemen anggota masyarakat Eropa. Mulai tahun 1999, Masyarakat Eropa hanya mengenal satu mata uang yang disebut European Currency Unit (ECU) atau (European Union – EU). Beberapa bentuk perjanjian yang pernah dilakukan MEE harus mengalami beberapa kali amandemen. Hal itu berkaitan dengan bertambahnya anggota. Kenggotaan Uni Eropa terbuka bagi semua negara dengan syarat:
a) negara tersebut berada di kawasan Benua Eropa; b) negara tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan hukum, menghormati hak asasi manusia (HAM), dan bersedia menjalankan segala peraturan perundang-undangan Eropa. Pada tahun 2004 keanggotaan Uni Eropa berjumlah dua puluh lima negara.
Sepuluh negara yang menjadi anggota baru Uni Eropa sebelumnya berada di wilayah Eropa Timur. Negara anggota Uni Eropa yang baru itu adalah Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia, dan Slovenia. Pada tahun 2007, Bulgaria dan Rumania juga diharapkan bergabung dengan Uni Eropa. Sementara itu, permintaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa masih ditangguhkan. Hal itu disebabkan Turki belum melaksanakan perubahan (reformasi) politik dan ekonomi di dalam negerinya.
b. Asia Pasifik Economic Cooperation (APEC)
1) Latar Belakang Berdirinya APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negaranegara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan Diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal. Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompokkelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Adapun tujuan dibentuknya APEC adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama di bidang perdagangan dan investasi.
2) Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota
Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
a) Indonesia j) Korea Selatan
b) Singapura k) Selandia Baru
c) Thailand l) Australia
d) Filipina m) RRC
e) Malaysia n) Taiwan
f) Brunei Darussalam o) Hongkong
g) Amerika Serikat p) Meksiko
h) Jepang q) Papua Nugini
i ) Kanada r) Cile
Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasarkan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut.
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
3) KTT APEC
APEC merupakan kerja sama ekonomi regional untuk memajukan perdagangan dan investasi di Asia Pasifik.Pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintah disebut meeting atau AELM (APEC Economic Leaders Meeting = Pertemuan para pemimpin Ekonomi APEC) yang bersifat informal. Adapun AELM diadakan:
a) AELM I di Seattle, AS tahun 1993
b) AELM II, di Bogor, Indonesia tahun 1994
c) AELM III, di Osaka, Jepang tahun 1995
d) AELM IV di Manila Filipina tahun 1996
e) AELM V di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 17-18 November 1998.
4) Kerja Sama APEC
Sejak akhir tahun 1980-an, motivasi untuk melakukan kerja sama regional itu makin kuat karena beberapa hal berikut ini.
a) Perlu kesiapan negara-negara Asia Pasifik terhadap kemungkinan peningkatan proteksi di Eropa dan Amerika Serikat. Seperti telah diketahui bahwa pada dasawarsa 1980-an, Eropa mempercepat langkahnya menuju penyatuan ekonomi dan moneter Eropa. Demikian pula halnya ketika North American Free Trade Area (NAFTA) makin gencar dan Amerika Serikat makin sering menerapkan tekanan politik dalam kebijakan perdagangan luar negerinya, misalnya, melalui ancaman pencabutan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP). Antisipasi terhadap perkembangan itu mendorong para pemimpin kawasan ini memformalkan kerja sama regional.
b) Peningkatan pertumbuhan perdagangan Intra-Asia dan Intra-Asia Pasifik. Dalam periode 1988–1992 total ekspor negara-negara anggota APEC meningkat dari 1.079,4 miliar dolar Amerika menjadi 1.518,0 miliar dolar Amerika dan 66 persen di antaranya adalah ekspor ke sesama anggota APEC. Dalam periode yang sama, total impor negara-negara meningkat dari 1.221,1 miliar dolar Amerika menjadi 1.519,4 miliar dollar Amerika dan 67,2 persen di antaranya adalah impor dari sesama anggota APE . Makin intensifnya interaksi intraregional itu juga diduga menumbuhkan motivasi regionalisme di kawasan yang menghasilkan kira-kira 50 persen produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
c) Kemunculan negara-negara industri baru di Asia Timur. Keyakinan akan kekuatan sendiri dan rasa percaya diri yang muncul akibat prestasi itu juga banyak mendorong negara-negara di kawasan ini untuk melakukan kerja sama regional.
d) Infrastruktur yang makin baik, seperti telekomunikasi dalam mendukung kerja sama regional. Dari sudut kepentingan ekonomi, lebih dari 70% pasar ekspor Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik. Begitu pula impor Indonesia kira-kira 60% berasal dari negara-negara anggota APEC. Mereka juga menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar negeri yang diterima Indonesia. Dampak kerja sama ekonomi dalam kegiatan investasi di APEC adalah terbukanya peluang pasar yang makin lebar. Hal yang juga harus dimengerti ialah APEC bisa menjadi ancaman jika perekonomian kita tidak segera dipersiapkan untuk arus perdagangan bebas. Dengan terjun ke perdagangan bebas, sebuah negara harus siap menerima banjir barang impor, tetapi yang dimaksud bukan perdagangan bebas dalam arti sebebas-bebasnya.
Persoalan besar yang dihadapi negara-negara Selatan dalam kedua arena tersebut adalah rendahnya tingkat solidaritas mereka. Dalam APEC, negaranegara Selatan tidak bertindak sebagai kelompok yang bersatu. Misalnya, Malaysia yang berusaha menentang Amerika Serikat ternyata tidak memperoleh dukungan dari rekan-rekannya dari ASEAN. Begitu pula yang terjadi dalam perundingan Putaran Uruguay dan GATT. Upaya negara-negara Selatan untuk menerapkan strategi koalisi global dan melakukan negosiasi dan tawar-menawar sebagai kelompok seperti yang mereka lakukan dalam nited Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tidak berhasil karena beberapa alasan berikut.
a) Penerapan strategi pecah dan tindas oleh negara-negara Utara, terutama Amerika Serikat. Salah satu mekanismenya adalah tekanan-tekanan bilateral terhadap negara-negara yang hendak menentang usulan GATT.
b) Adanya kehendak negara-negara Selatan untuk membentuk koalisi menentang negara-negara Utara. Oleh karena itu, negara-negara Utara mengusulkan pembentukan Kelompok Cairns dalam GATT yang beranggotakan negara-negara Utara dan Selatan, seperti Argentina, Australia, Brasil, Cile, Kolombia, Filipina, Hongaria, Indonesia, Kanada,
Malaysia, Selandia Baru, Thailand, dan Uruguay. Dengan demikian, pengelompokan yang eksklusif dari negara-negara Selatan tidak terjadi. c) Adanya kemungkinan bahwa keberhasilan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara industri baru melalui jalur kapitalis, neoklasik, dan dengan menempel pada negara besar, seperti Amerika serikat telah melunturkan keyakinan banyak negara Selatan tentang efektivitas koalisi Selatan–Selatan itu.
5) Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia
Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut.
a) Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
b) Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
c) Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
d) Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
e) Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis
Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
b) Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
c) Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkanmentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
d) Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
e) Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara.
c. Asean Free Trade Area (AFTA)
AFTA atau kawasan perdagangan bebas adalah suatu bentuk kerja sama negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut.
1) Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
2) Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.
3) Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut.
a) Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
b) Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
c) Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.
Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA dengan tujuan:
1) meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan keanggotaan ASEAN;
2) meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN;
3) meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa antaranggota ASEAN;
4) meningkatkan masuknya investasi dari luar negara anggota ASEAN.
d. North American Free Trade Area (NAFTA)
Kawasan bebas perdagangan ternyata tidak hanya dimiliki oleh negaranegara anggota ASEAN. Di kawasan Amerika Utara kesepakatan untuk membentuk kawasan bebas perdagangan juga dilakukan kebijakan ekonomi tersebut North American Free Trade Area (NAFTA). NAFTA dibentuk oleh negara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Kesepakatan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dilakukan pada tanggal 12 Agustus 1992. Namun, pelaksanaan NAFTA dimulai pada awal tahun 1994. Tujuan yang ingin dicapai dengan diberlakukannya NAFTA, antara lain:
1) meningkatkan kegiatan ekonomi para anggota;
2) mengusahakan standarisasi barang-barang yang diperdagangkan;
3) meningkatkan pelayanan pada konsumen dengan mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan, dan ramah dengan lingkungan;
4) mengatur keseimbangan ekspor dan impor di antara anggota.
Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan keadaan ekonomi dunia kacau. Perang Dunia II telah mengeksploitasi banyak tenaga kerja, modal, dan biaya perang sehingga ketika perang berakhir keadaan perekonomian sangat berantakan. Lahirnya dua kekuatan adidaya setelah perang dunia dengan sendirinya telah menyebabkan sistem ekonomi dunia terbelah menjadi dua. Sistem ekonomi dunia setelah Perang Dunia II terdiri atas sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Sistem ekonomi kapitalis cenderung berkiblatdan didominasi oleh Amerika Serikat. Sistem ekonomi sosialis cenderung berkiblat dan didominasi oleh Uni Soviet.
Negara-negara di Eropa Barat dan sebagian Asia, seperti Jepang, Singapura, dan Korea selalu cenderung menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Amerika Serikat sebagai pemimpin kapitalis menyatakan bahwa sistem perekonomiankapitalis merupakan sistem perekonomian terbaik di dunia.
Hal itu disebabkan sistem perekonomian kapitalis menekankan pada bentuk persaingan bebas sesuai nilai liberal. Paham ekonomi kapitalis ini sangat bertentangan dengan paham ekonomi sosialis. Paham ekonomi sosialis banyak diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan sebagian Asia, seperti Cina, Korea Utara, dan Vietnam. Pada sistem ekonomi sosialis, peranan pemerintah sangat mendominasi. Bahkan, campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian wajib dilaksanakan. Hak milik perorangan atau pribadi sangat diabaikan. Jadi, semua kegiatan itu dipusatkan dan diperuntukkan bagi negara.
Hancurnya perekonomian dunia menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya tampil memberikan bantuan ekonomi. Namun, kedua negara adidaya itu tidak sekadar memberi bantuan ekonomi. Dibalik pemberian bantuan ekonomi tersebut, kedua negara adidaya juga memperluas pengaruh ideologinya.
Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman dengan dibantu Menteri Luar Negeri, Marshall menawarkan bantuan ekonomi ke sejumlah negara Eropa Barat. Program bantuan ekonomi Amerika Serikat tersebut dikenal dengan nama Marshall Plan yang dicetuskan pada tanggal 5 Juli 1947. Negara-negara Eropa Barat yang menerima bantuan ekonomi melalui Marshall Plan harus bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi secara maksimal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan volume perdagangan. Negara-negara Eropa Barat dengan memperoleh bantuan ekonomi melalu Marshall Plan secara bertahap berhasil menata kembali keadaan perekonomiannya. Bahkan, masyarakat Eropa Barat akhirnya dapat membentuk suatu badan kerja sama ekonomi yang disebut Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma, Italia.
Di dalam pertemuan di Roma digariskan tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa, antara lain:
a. meningkatkan perekonomian negara anggota melalui kerja sama yang harmonis;
b. memperluas bidang perdagangan;
c. liberalisasi dalam perdagangan;
d. menjaga keseimbangan perdagangan di antara negara anggota;
e. menghapus semua rintangan yang menghambat laju perdagangan antaranggota;
f. memperluas kerja sama perdagangan dengan negara lain.
Pada awalnya Masyarakat Ekonomi Eropa beranggotakan negara Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Namun, pada konferensi MEE di Brusel, Belgia pada tanggal 22 Januari 1962 keanggotaannya bertambah dengan masuknya Inggris, Irlandia, Denmark, dan Norwegia. Amerika Serikat juga berusaha memperluas paham ideologinya ke wilayah lainnya. Misalnya, Amerika Serikat juga berusaha mendekati negara Yunani dan Turki agar bersedia bergabung dalam ideologi liberalisme kapitalisme. Negara Turki dan Yunani setelah berakhirnya Perang Dunia II mengalami kehancuran bangunan dan keadaan ekonomi yang parah luar biasa. Kebetulan dana yang besar itu dimiliki oleh Amerika Serikat yang cepat tanggap menghadapi situasi seperti itu. Paket bantuan ekonomi dari Amerika Serikat segera dikucurkan kepada negara Yunani dan Turki. Paket bantuan ekonomi tersebut dinamakan Truman Doctrine. Dengan demikian, Amerika Serikat satu per satu berhasil meluaskan pengaruhnya ke seluruh wilayah Eropa.
Perang Dunia II tidak hanya berlangsung di Eropa, tetapi juga berlangsung di wilayah Asia. Dengan begitu, setelah Perang Dunia II berakhir kerusakan parah juga melanda wilayah Asia. Berbagai bangunan berantakan dan keadaan ekonomi pun mengalami kelesuan seperti halnya wilayah Eropa. Amerika Serikat begitu cepat tanggap dengan keadaan di wilayah Asia. Amerika Serikat juga berusaha membantu keadaan negara-negara di wilayah Asia melalui bantuan ekonomi dan militer. Paket bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara Asia disebut Mutual Security. Melihat aksi Amerika Serikat, Uni Soviet sebagai kekuatan adidaya lainnya mencoba memberi perhatian kepada negara-negara sekutunya di wilayah Eropa Timur dalam bentuk bantuan ekonomi. Bantuan ekonomi yang maksudkan untuk membendung meluasnya pengaruh liberalisme yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Molotov. Oleh karena itu, paket bantuan ekonomi dari negara Uni Soviet untuk negara-negara Eropa Timur disebut Molotov Plan.
Dengan bantuan ekonomi tersebut, negara-negara di Eropa Timur berusaha menata kembali keadaan ekonominya. Pada perkembangan selanjutnya, negaranegara di Eropa Timur membentuk lembaga kerja sama ekonomi yang disebut Commintern Economi (Comicon). Negara-negara baru yang berada di kawasan Asia, Afrika, dan AmerikaLatin merasa bimbang menghadapi besarnya pengaruh dua negara adidaya tersebut. Negara-negara baru itu memang membutuhkan bantuan ekonomi yang tidak sedikit untuk membangun. Namun, di sisi lain mereka juga tidak ingin terjebak untuk mengikuti ideologi kapitalisme atau komunisme. Ada di antara negara-negara baru merdeka tersebut yang berusaha memperbaiki keadaan dengan kekuatan sendiri, tetapi ada pula yang berusaha memperbaiki dengan menjalin hubungan dengan bekas negara penjajahnya. Mereka berpikir yang terpenting tidak masuk dalam blok kapitalis atau blok komunis. Namun, negaranegara yang baru merdeka tersebut tidak jarang terjebak juga untuk memilih ikut blok kapitalis atau komunis.
British Commonwealth atau Persemakmuran Inggris merupakan contoh ikatan yang masih dilakukan antara negara Inggris dan negara bekas jajahannya. Mereka menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.
B. Jerman dan Jepang muncul kembali sebagai negara industri
Sejalan dengan upaya AS untuk mendapatkan pengaruh, maka bekas lawan politiknya, yaitu Jerman dan Jepang diberikan modal untuk mengembangkan kembali industrinya yang telah hancur akibat PD II. Hal ini juga dilandasi oleh rasa kekhawatiran bahwa negara-negara yang kalah perang dan mengalami kesulitan ekonomi akan berpaling ke Uni Soviet yang berhaluan sosialiskomunis. Adapun negara-negara baru di Asia, seperti Korea Selatan, Hongkong (sekarang bagian dari RRC), Taiwan (Cina juga menganggap sebagai bagian provinsinya yang membangkang), dan Singapura berusaha memperbaiki keadaan ekonominya dengan menganut sistem liberal (pasar bebas). Negaranegara tersebut sekarang tampil sebagai negara industri baru. Negara di Asia yang terlebih dahulu berkembang menjadi negara industri terkemuka adalah negara Jepang.
Bangsa Jepang mulai berkembang menjadi bangsa yang maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi setelah terjadi peristiwa Restorasi Meiji. Peradaban Barat yang pada saat itu lebih unggul dibandingkan peradaban bangsa Jepang dijadikan model untuk mengejar ketertinggalannya. Banyak pemuda Jepang yang dikirim ke negara-negara Barat untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekembali dari negara-negara Barat, mereka diharapkan mampu melakukan alih teknologi pada bangsa Jepang. Bidang pendidikan mereka meniru pendidikan model Barat. Namun, yang paling patut dihargai, Jepang tetap berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan sendiri. Dengan demikian, mereka berteknologi Barat, tetapi tetap berjiwa Jepang, suatu perpaduan yang unik dan menarik. Tampaknya pertarungan sengit dalam memperluas pengaruh antara blok kapitalis dengan sistem ekonomi liberal dan blok komunis dengan sistem ekonomi sosialis lebih menguntungkan blok kapitalis. Sistem liberal makin mendunia karena itunjang oleh berkembangnya arus globalisasi dalam berbagai perusahaan multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta munculnya organisasi kerja sama ekonomi regional. Beberapa organisasi kerja sama ekonomi regional itu adalah sebagai berikut.
a. Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) atau Uni Eropa (European Union)
1) Terbentuknya MEE
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State. Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
a) membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE);
b) membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom Eropa. Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12 negara.
MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.
2) Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain:
a) integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja;
b) memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
c) menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
d) meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market ), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.
3) Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut.
a) Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
b) Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.
c) Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan mengawasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).
d) Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota. Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional.
Untuk melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru, yaitu:
a) Parlemen Eropa (European Parliament);
b) Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
c) Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
d) Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa 50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.
4) Perubahan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menjadi Uni Eropa (UE)
Melalui perjanjian Maastrich, ke–12 negara anggota Masyarakat Eropa dipersatukan dalam mekanisme Kesatuan Eropa, dengan pelaksanaan secara bertahap. The Treaty on European Union mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1993, setelah diratifikasi oleh semua parlemen anggota masyarakat Eropa. Mulai tahun 1999, Masyarakat Eropa hanya mengenal satu mata uang yang disebut European Currency Unit (ECU) atau (European Union – EU). Beberapa bentuk perjanjian yang pernah dilakukan MEE harus mengalami beberapa kali amandemen. Hal itu berkaitan dengan bertambahnya anggota. Kenggotaan Uni Eropa terbuka bagi semua negara dengan syarat:
a) negara tersebut berada di kawasan Benua Eropa; b) negara tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan hukum, menghormati hak asasi manusia (HAM), dan bersedia menjalankan segala peraturan perundang-undangan Eropa. Pada tahun 2004 keanggotaan Uni Eropa berjumlah dua puluh lima negara.
Sepuluh negara yang menjadi anggota baru Uni Eropa sebelumnya berada di wilayah Eropa Timur. Negara anggota Uni Eropa yang baru itu adalah Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia, dan Slovenia. Pada tahun 2007, Bulgaria dan Rumania juga diharapkan bergabung dengan Uni Eropa. Sementara itu, permintaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa masih ditangguhkan. Hal itu disebabkan Turki belum melaksanakan perubahan (reformasi) politik dan ekonomi di dalam negerinya.
b. Asia Pasifik Economic Cooperation (APEC)
1) Latar Belakang Berdirinya APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negaranegara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan Diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal. Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompokkelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Adapun tujuan dibentuknya APEC adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama di bidang perdagangan dan investasi.
2) Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota
Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
a) Indonesia j) Korea Selatan
b) Singapura k) Selandia Baru
c) Thailand l) Australia
d) Filipina m) RRC
e) Malaysia n) Taiwan
f) Brunei Darussalam o) Hongkong
g) Amerika Serikat p) Meksiko
h) Jepang q) Papua Nugini
i ) Kanada r) Cile
Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasarkan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut.
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
3) KTT APEC
APEC merupakan kerja sama ekonomi regional untuk memajukan perdagangan dan investasi di Asia Pasifik.Pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintah disebut meeting atau AELM (APEC Economic Leaders Meeting = Pertemuan para pemimpin Ekonomi APEC) yang bersifat informal. Adapun AELM diadakan:
a) AELM I di Seattle, AS tahun 1993
b) AELM II, di Bogor, Indonesia tahun 1994
c) AELM III, di Osaka, Jepang tahun 1995
d) AELM IV di Manila Filipina tahun 1996
e) AELM V di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 17-18 November 1998.
4) Kerja Sama APEC
Sejak akhir tahun 1980-an, motivasi untuk melakukan kerja sama regional itu makin kuat karena beberapa hal berikut ini.
a) Perlu kesiapan negara-negara Asia Pasifik terhadap kemungkinan peningkatan proteksi di Eropa dan Amerika Serikat. Seperti telah diketahui bahwa pada dasawarsa 1980-an, Eropa mempercepat langkahnya menuju penyatuan ekonomi dan moneter Eropa. Demikian pula halnya ketika North American Free Trade Area (NAFTA) makin gencar dan Amerika Serikat makin sering menerapkan tekanan politik dalam kebijakan perdagangan luar negerinya, misalnya, melalui ancaman pencabutan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP). Antisipasi terhadap perkembangan itu mendorong para pemimpin kawasan ini memformalkan kerja sama regional.
b) Peningkatan pertumbuhan perdagangan Intra-Asia dan Intra-Asia Pasifik. Dalam periode 1988–1992 total ekspor negara-negara anggota APEC meningkat dari 1.079,4 miliar dolar Amerika menjadi 1.518,0 miliar dolar Amerika dan 66 persen di antaranya adalah ekspor ke sesama anggota APEC. Dalam periode yang sama, total impor negara-negara meningkat dari 1.221,1 miliar dolar Amerika menjadi 1.519,4 miliar dollar Amerika dan 67,2 persen di antaranya adalah impor dari sesama anggota APE . Makin intensifnya interaksi intraregional itu juga diduga menumbuhkan motivasi regionalisme di kawasan yang menghasilkan kira-kira 50 persen produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
c) Kemunculan negara-negara industri baru di Asia Timur. Keyakinan akan kekuatan sendiri dan rasa percaya diri yang muncul akibat prestasi itu juga banyak mendorong negara-negara di kawasan ini untuk melakukan kerja sama regional.
d) Infrastruktur yang makin baik, seperti telekomunikasi dalam mendukung kerja sama regional. Dari sudut kepentingan ekonomi, lebih dari 70% pasar ekspor Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik. Begitu pula impor Indonesia kira-kira 60% berasal dari negara-negara anggota APEC. Mereka juga menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar negeri yang diterima Indonesia. Dampak kerja sama ekonomi dalam kegiatan investasi di APEC adalah terbukanya peluang pasar yang makin lebar. Hal yang juga harus dimengerti ialah APEC bisa menjadi ancaman jika perekonomian kita tidak segera dipersiapkan untuk arus perdagangan bebas. Dengan terjun ke perdagangan bebas, sebuah negara harus siap menerima banjir barang impor, tetapi yang dimaksud bukan perdagangan bebas dalam arti sebebas-bebasnya.
Persoalan besar yang dihadapi negara-negara Selatan dalam kedua arena tersebut adalah rendahnya tingkat solidaritas mereka. Dalam APEC, negaranegara Selatan tidak bertindak sebagai kelompok yang bersatu. Misalnya, Malaysia yang berusaha menentang Amerika Serikat ternyata tidak memperoleh dukungan dari rekan-rekannya dari ASEAN. Begitu pula yang terjadi dalam perundingan Putaran Uruguay dan GATT. Upaya negara-negara Selatan untuk menerapkan strategi koalisi global dan melakukan negosiasi dan tawar-menawar sebagai kelompok seperti yang mereka lakukan dalam nited Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tidak berhasil karena beberapa alasan berikut.
a) Penerapan strategi pecah dan tindas oleh negara-negara Utara, terutama Amerika Serikat. Salah satu mekanismenya adalah tekanan-tekanan bilateral terhadap negara-negara yang hendak menentang usulan GATT.
b) Adanya kehendak negara-negara Selatan untuk membentuk koalisi menentang negara-negara Utara. Oleh karena itu, negara-negara Utara mengusulkan pembentukan Kelompok Cairns dalam GATT yang beranggotakan negara-negara Utara dan Selatan, seperti Argentina, Australia, Brasil, Cile, Kolombia, Filipina, Hongaria, Indonesia, Kanada,
Malaysia, Selandia Baru, Thailand, dan Uruguay. Dengan demikian, pengelompokan yang eksklusif dari negara-negara Selatan tidak terjadi. c) Adanya kemungkinan bahwa keberhasilan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara industri baru melalui jalur kapitalis, neoklasik, dan dengan menempel pada negara besar, seperti Amerika serikat telah melunturkan keyakinan banyak negara Selatan tentang efektivitas koalisi Selatan–Selatan itu.
5) Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia
Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut.
a) Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
b) Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
c) Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
d) Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
e) Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis
Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
b) Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
c) Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkanmentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
d) Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
e) Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara.
c. Asean Free Trade Area (AFTA)
AFTA atau kawasan perdagangan bebas adalah suatu bentuk kerja sama negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut.
1) Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
2) Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.
3) Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut.
a) Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
b) Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
c) Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.
Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA dengan tujuan:
1) meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan keanggotaan ASEAN;
2) meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN;
3) meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa antaranggota ASEAN;
4) meningkatkan masuknya investasi dari luar negara anggota ASEAN.
d. North American Free Trade Area (NAFTA)
Kawasan bebas perdagangan ternyata tidak hanya dimiliki oleh negaranegara anggota ASEAN. Di kawasan Amerika Utara kesepakatan untuk membentuk kawasan bebas perdagangan juga dilakukan kebijakan ekonomi tersebut North American Free Trade Area (NAFTA). NAFTA dibentuk oleh negara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Kesepakatan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dilakukan pada tanggal 12 Agustus 1992. Namun, pelaksanaan NAFTA dimulai pada awal tahun 1994. Tujuan yang ingin dicapai dengan diberlakukannya NAFTA, antara lain:
1) meningkatkan kegiatan ekonomi para anggota;
2) mengusahakan standarisasi barang-barang yang diperdagangkan;
3) meningkatkan pelayanan pada konsumen dengan mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan, dan ramah dengan lingkungan;
4) mengatur keseimbangan ekspor dan impor di antara anggota.
wah sumpah artikelnya keren banget,, bisa buat bahar masukan tugas makalah tentang sejarah EU gw,, thnx bgt buat artikelnya yang sangat amat membantu,, !! ^o^
BalasHapusAssalamualaikum wrb,
Hapussaya Rahman saputrah, niat saya hanya ingin berbagi kebaikan khusus kepada orang yang mengalami kesusahan,percaya tidak percaya semua kembali pada pembaca postingan saya, awalnya saya seorang pengusaha yang bisa dibilang sukses, tapi banyak yang tidak suka kalau saya sukses,dan akhirnya bisnis saya bangkrut dan saya sempat jadi Pengangguran kurang lebih 1tahun saya punya anak 3 dan masih kecil2,saya sempat putus asa dan tidak tau mau berbuat apa, tapi setiap saya melihat anak saya, Saya merasa kasian, dan kemarin tampa disengaja ada Teman saya memberi saran dia menyarangkan saya untuk menghubungi Mbah Jonoseuh, beliau memberikan bantuan Pesugihan, awalnya sih saya ragu tapi mau nggak mau saya beranikan diri mencoba bantuan dari Mbah Jonoseuh. Dan syukur Alhamdulillah dengan bantuan pesugihan beliau saya sekarang bisa sukses kembali, terimah kasih Mbah. berkat Mbah saya bisa sukses kembali,ini pengalaman pribadi saya khusus bagi teman2 yang sempat baca dan punya masalah silahkan hub Mbah Jonoseuh di nomor 082344445588 dan pasti beliau bisa meringankan semuah permasalahan yang anda hadapi untuk saat ini,
Adapun Bantuan (Mbah Jonoseuh)
1. PESUGIHAN PUTIH (TANPA TUMBAL) 2. TRANSFER JANIN
3. ANGKA TOGEL
4. PELET
5. SANTET
6. UANG GHAIB
7. PESUGIHAN TUYUL..
Dan terimah kasih kepada yang punya room ini karna saya sempat berbagi pengalaman dan mudah2han bisa membantu,
makasih bgt ya..
BalasHapusartikelnya dha bantu aku ngrjain tgs sejarah yg bikin pusing..
bener2 ngebantu gw... ^^ hatur nuhun..
BalasHapusmakasih banget, akhirnya tugas aku terselesaikan....^^
BalasHapusMakasih buat artikelnya, benar-benar bermanfaat dan membantu tugas saya.. ^^
BalasHapus